"(Yaitu)
orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk
atau
dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang
penciptaan
langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami,
tiadalah
Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau,
maka
peliharalah kami dari siksa neraka.
(QS.
Aali ‘Imraan, 3:191)
Berpikir Secara
Mendalam
Banyak yang beranggapan bahwa untuk "berpikir secara
mendalam", seseorang perlu memegang kepala dengan kedua telapak tangannya,
dan menyendiri di sebuah ruangan yang sunyi, jauh dari keramaian dan segala
urusan yang ada. Sungguh, mereka telah menganggap "berpikir secara
mendalam" sebagai sesuatu yang memberatkan dan menyusahkan. Mereka
berkesimpulan bahwa pekerjaan ini hanyalah untuk kalangan "filosof".
Padahal, sebagaimana telah disebutkan dalam pendahuluan,
Allah mewajibkan manusia untuk berpikir secara mendalam atau merenung. Allah
berfirman bahwa Al-Qur'an diturunkan kepada manusia untuk dipikirkan atau
direnungkan: "Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu,
penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan (merenungkan) ayat-ayatnya dan
supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran" (QS. Shaad,
38: 29). Yang ditekankan di sini adalah bahwa setiap orang hendaknya
berusaha secara ikhlas sekuat tenaga dalam meningkatkan kemampuan dan kedalaman
berpikir.
Sebaliknya, orang-orang yang tidak mau berusaha untuk
berpikir mendalam akan terus-menerus hidup dalam kelalaian yang sangat. Kata
kelalaian mengandung arti "ketidakpedulian (tetapi bukan melupakan),
meninggalkan, dalam kekeliruan, tidak menghiraukan, dalam kecerobohan". Kelalaian
manusia yang tidak berpikir adalah akibat melupakan atau secara sengaja tidak
menghiraukan tujuan penciptaan diri mereka serta kebenaran ajaran agama. Ini
adalah jalan hidup yang sangat berbahaya yang dapat menghantarkan seseorang ke
neraka. Berkenaan dengan hal tersebut, Allah memperingatkan manusia agar tidak
termasuk dalam golongan orang-orang yang lalai:
"Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan
merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu
pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai." (QS.
Al-A’raaf, 7: 205)
"Dan berilah mereka peringatan tentang hari
penyesalan, (yaitu) ketika segala perkara telah diputus. Dan mereka dalam
kelalaian dan mereka tidak (pula) beriman." (QS. Maryam, 19: 39)
Dalam Al-Qur'an, Allah menyebutkan tentang mereka yang
berpikir secara sadar, kemudian merenung dan pada akhirnya sampai kepada
kebenaran yang menjadikan mereka takut kepada Allah. Sebaliknya, Allah juga
menyatakan bahwa orang-orang yang mengikuti para pendahulu mereka secara taklid
buta tanpa berpikir, ataupun hanya sekedar mengikuti kebiasaan yang ada, berada
dalam kekeliruan. Ketika ditanya, para pengekor yang tidak mau berpikir
tersebut akan menjawab bahwa mereka adalah orang-orang yang menjalankan agama dan
beriman kepada Allah. Tetapi karena tidak berpikir, mereka sekedar melakukan
ibadah dan aktifitas hidup tanpa disertai rasa takut kepada Allah. Mentalitas
golongan ini sebagaimana digambarkan dalam Al-Qur'an:
Katakanlah: "Kepunyaan siapakah bumi ini, dan semua
yang ada padanya, jika kamu mengetahui?"
Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah."
Katakanlah: "Maka apakah kamu tidak ingat?"
Katakanlah: "Siapakah Yang Empunya langit yang tujuh
dan Yang Empunya 'Arsy yang besar?"
Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah."
Katakanlah: "Maka apakah kamu tidak bertakwa?"
Katakanlah: "Siapakah yang di tangan-Nya berada
kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang
dapat dilindungi dari (adzab)-Nya, jika kamu mengetahui?"
Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah."
Katakanlah: "(Kalau demikian), maka dari jalan manakah kamu ditipu
(disihir)?"
"Sebenarnya Kami telah membawa kebenaran kepada
mereka, dan sesungguhnya mereka benar-benar orang-orang yang berdusta."
(QS. Al-Mu’minuun, 23: 84-90)
Berpikir dapat membebaskan seseorang daribelenggu sihir
Dalam ayat di atas, Allah bertanya kepada manusia,
"…maka dari jalan manakah kamu ditipu (disihir)?. Kata disihir atau
tersihir di sini mempunyai makna kelumpuhan mental atau akal yang menguasai
manusia secara menyeluruh. Akal yang tidak digunakan untuk berpikir berarti
bahwa akal tersebut telah lumpuh, penglihatan menjadi kabur, berperilaku
sebagaimana seseorang yang tidak melihat kenyataan di depan matanya, sarana
yang dimiliki untuk membedakan yang benar dari yang salah menjadi lemah. Ia
tidak mampu memahami sebuah kebenaran yang sederhana sekalipun. Ia tidak dapat
membangkitkan kesadarannya untuk memahami peristiwa-peristiwa luar biasa yang
terjadi di sekitarnya. Ia
tidak mampu melihat bagian-bagian rumit dari peristiwa-peristiwa yang ada. Apa
yang menyebabkan masyarakat secara keseluruhan tenggelam dalam kehidupan yang
melalaikan selama ribuan tahun serta menjauhkan diri dari berpikir sehingga
seolah-olah telah menjadi sebuah tradisi adalah kelumpuhan akal ini.
Pengaruh sihir
yang bersifat kolektif tersebut dapat dikiaskan sebagaimana berikut:
Dibawah
permukaan bumi terdapat sebuah lapisan mendidih yang dinamakan magma, padahal
kerak bumi sangatlah tipis. Tebal lapisan kerak bumi dibandingkan keseluruhan
bumi adalah sebagaimana tebal kulit apel dibandingkan buah apel itu sendiri.
Ini berarti bahwa magma yang membara tersebut demikian dekatnya dengan kita,
dibawah telapak kaki kita!
Setiap orang
mengetahui bahwa di bawah permukaan bumi ada lapisan yang mendidih dengan suhu
yang sangat panas, tetapi manusia tidak terlalu memikirkannya. Hal ini
dikarenakan para orang tua, sanak saudara, kerabat, teman, tetangga, penulis
artikel di koran yang mereka baca, produser acara-acara TV dan professor mereka
di universitas tidak juga memikirkannya.
Ijinkanlah kami mengajak anda berpikir sebentar tentang
masalah ini. Anggaplah seseorang yang telah kehilangan ingatan berusaha untuk
mengenal sekelilingnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada setiap
orang di sekitarnya. Pertama-tama ia menanyakan tempat dimana ia berada. Apakah
kira-kira yang akan muncul di benaknya apabila diberitahukan bahwa di bawah
tempat dia berdiri terdapat sebuah bola api mendidih yang dapat memancar dan
berhamburan dari permukaan bumi pada saat terjadi gempa yang hebat atau gunung
meletus? Mari kita berbicara lebih jauh dan anggaplah orang ini telah
diberitahu bahwa bumi tempat ia berada hanyalah sebuah planet kecil yang
mengapung dalam ruang yang sangat luas, gelap dan hampa yang disebut ruang
angkasa. Ruang angkasa ini memiliki potensi bahaya yang lebih besar
dibandingkan materi bumi tersebut, misalnya: meteor-meteor dengan berat
berton-ton yang bergerak dengan leluasa di dalamnya. Bukan tidak mungkin
meteor-meteor tersebut bergerak ke arah bumi dan kemudian menabraknya.
Mustahil orang ini mampu untuk tidak berpikir sedetikpun
ketika berada di tempat yang penuh dengan bahaya yang setiap saat mengancam
jiwanya. Ia pun akan berpikir pula bagaimana mungkin manusia dapat hidup dalam
sebuah planet yang sebenarnya senantiasa berada di ujung tanduk, sangat rapuh
dan membahayakan nyawanya. Ia lalu sadar bahwa kondisi ini hanya terjadi karena
adanya sebuah sistim yang sempurna tanpa cacat sedikitpun. Kendatipun bumi,
tempat ia tinggal, memiliki bahaya yang luar biasa besarnya, namun padanya
terdapat sistim keseimbangan yang sangat akurat yang mampu mencegah bahaya
tersebut agar tidak menimpa manusia. Seseorang yang menyadari hal ini, memahami
bahwa bumi dan segala makhluk di atasnya dapat melangsungkan kehidupan dengan
selamat hanya dengan kehendak Allah, disebabkan oleh adanya keseimbangan alam
yang sempurna dan tanpa cacat yang diciptakan-Nya.
Contoh di atas hanyalah satu diantara jutaan, atau bahkan
trilyunan contoh-contoh yang hendaknya direnungkan oleh manusia. Di bawah ini
satu lagi contoh yang mudah-mudahan membantu dalam memahami bagaimana
"kondisi lalai" dapat mempengaruhi sarana berpikir manusia dan
melumpuhkan kemampuan akalnya.
Manusia mengetahui bahwa kehidupan di dunia berlalu dan
berakhir sangat cepat. Anehnya, masih saja mereka bertingkah laku seolah-olah
mereka tidak akan pernah meninggalkan dunia. Mereka melakukan pekerjaan
seakan-akan di dunia tidak ada kematian. Sungguh, ini adalah sebuah bentuk
sihir atau mantra yang terwariskan secara turun-temurun. Keadaan ini
berpengaruh sedemikian besarnya sehingga ketika ada yang berbicara tentang
kematian, orang-orang dengan segera menghentikan topik tersebut karena takut
kehilangan sihir yang selama ini membelenggu mereka dan tidak berani menghadapi
kenyataan tersebut. Orang yang mengabiskan seluruh hidupnya untuk membeli rumah
yang bagus, penginapan musim panas, mobil dan kemudian menyekolahkan anak-anak
mereka ke sekolah yang bagus, tidak ingin berpikir bahwa pada suatu hari mereka
akan mati dan tidak akan dapat membawa mobil, rumah, ataupun anak-anak beserta
mereka. Akibatnya, daripada melakukan sesuatu untuk kehidupan yang hakiki
setelah mati, mereka memilih untuk tidak berpikir tentang kematian.
Namun, cepat atau lambat setiap manusia pasti akan
menemui ajalnya. Setelah itu, percaya atau tidak, setiap orang akan memulai
sebuah kehidupan yang kekal. Apakah kehidupannya yang abadi tersebut
berlangsung di surga atau di neraka, tergantung dari amal perbuatan selama
hidupnya yang singkat di dunia. Karena hal ini adalah sebuah kebenaran yang
pasti akan terjadi, maka satu-satunya alasan mengapa manusia bertingkah laku
seolah-olah mati itu tidak ada adalah sihir yang telah menutup atau membelenggu
mereka akibat tidak berpikir dan merenung.
Orang-orang yang tidak dapat membebaskan diri mereka dari
sihir dengan cara berpikir, yang mengakibatkan mereka berada dalam kelalaian,
akan melihat kebenaran dengan mata kepala mereka sendiri setelah mereka mati,
sebagaimana yang diberitakan Allah kepada kita dalam Al-Qur'an :
"Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari
(hal) ini, maka Kami singkapkan daripadamu tutup (yang menutupi) matamu, maka
penglihatanmu pada hari itu amat tajam." (QS. Qaaf, 50: 22)
Dalam ayat di atas penglihatan seseorang menjadi kabur
akibat tidak mau berpikir, akan tetapi penglihatannya menjadi tajam setelah ia
dibangkitkan dari alam kubur dan ketika mempertanggung jawabkan segala amal
perbuatannya di akhirat.
Perlu digaris bawahi bahwa manusia mungkin saja
membiarkan dirinya secara sengaja untuk dibelenggu oleh sihir tersebut. Mereka
beranggapan bahwa dengan melakukan hal ini mereka akan hidup dengan tentram.
Syukurlah bahwa ternyata sangat mudah bagi seseorang untuk merubah kondisi yang
demikian serta melenyapkan kelumpuhan mental atau akalnya, sehingga ia dapat
hidup dalam kesadaran untuk mengetahui kenyataan. Allah telah memberikan jalan
keluar kepada manusia; manusia yang merenung dan berpikir akan mampu melepaskan
diri dari belenggu sihir pada saat mereka masih di dunia. Selanjutnya, ia akan
memahami tujuan dan makna yang hakiki dari segala peristiwa yang ada. Ia pun
akan mampu memahami kebijaksanaan dari apapun yang Allah ciptakan setiap saat.
Seseorang dapat berpikir kapanpun dan dimanapun
Berpikir tidaklah memerlukan waktu, tempat ataupun
kondisi khusus. Seseorang dapat berpikir sambil berjalan di jalan raya, ketika
pergi ke kantor, mengemudi mobil, bekerja di depan komputer, menghadiri
pertemuan dengan rekan-rekan, melihat TV ataupun ketika sedang makan siang.
Misalnya: di saat sedang mengemudi mobil, seseorang
melihat ratusan orang berada di luar. Ketika menyaksikan mereka, ia terdorong
untuk berpikir tentang berbagai macam hal. Dalam benaknya tergambar penampilan
fisik dari ratusan orang yang sedang disaksikannya yang sama sekali berbeda
satu sama lain. Tak
satupun diantara mereka yang mirip dengan yang lain. Sungguh menakjubkan:
kendatipun orang-orang ini memiliki anggota tubuh yang sama, misalnya sama-sama
mempunyai mata, alis, bulu mata, tangan, lengan, kaki, mulut dan hidung; tetapi
mereka terlihat sangat berbeda satu sama lain. Ketika berpikir sedikit mendalam, ia akan teringat bahwa:
Allah telah menciptakan bilyunan manusia selama ribuan
tahun, semuanya berbeda satu dengan yang lain. Ini adalah bukti nyata tentang
ke Maha Perkasaan dan ke Maha Besaran Allah.
Menyaksikan manusia yang sedang lalu lalang dan bergegas
menuju tempat tujuan mereka masing-masing, dapat memunculkan beragam pikiran di
benak seseorang. Ketika pertama kali memandang, muncul di pikirannya: manusia
yang jumlahnya banyak ini terdiri atas individu-individu yang khas dan unik.
Tiap individu memiliki dunia, keinginan, rencana, cara hidup, hal-hal yang
membuatnya bahagia atau sedih, serta perasaannya sendiri. Secara umum, setiap
manusia dilahirkan, tumbuh besar dan dewasa, mendapatkan pendidikan, mencari
pekerjaan, bekerja, menikah, mempunyai anak, menyekolahkan dan menikahkan
anak-anaknya, menjadi tua, menjadi nenek atau kakek dan pada akhirnya meninggal
dunia. Dilihat dari sudut pandang ini, ternyata perjalanan hidup semua manusia
tidaklah jauh berbeda; tidak terlalu penting apakah ia hidup di perkampungan di
kota Istanbul atau di kota besar seperti Mexico, tidak ada bedanya sedikitpun.
Semua orang suatu saat pasti akan mati, seratus tahun lagi mungkin tak satupun
dari orang-orang tersebut yang akan masih hidup. Menyadari kenyataan ini,
seseorang akan berpikir dan bertanya kepada dirinya sendiri: "Jika kita
semua suatu hari akan mati, lalu apakah gerangan yang menyebabkan manusia
bertingkah laku seakan-akan mereka tak akan pernah meninggalkan dunia ini?
Seseorang yang akan mati sudah sepatutnya beramal secara sungguh-sungguh untuk
kehidupannya setelah mati; tetapi mengapa hampir semua manusia berkelakuan
seolah-olah hidup mereka di dunia tak akan pernah berakhir?"
Orang yang memikirkan hal-hal semacam ini lah yang
dinamakan orang yang berpikir dan mencapai kesimpulan yang sangat bermakna dari
apa yang ia pikirkan.
Sebagian besar manusia tidak berpikir tentang masalah
kematian dan apa yang terjadi setelahnya. Ketika mendadak ditanya,"Apakah
yang sedang anda pikirkan saat ini?", maka akan terlihat bahwa mereka
sedang memikirkan segala sesuatu yang sebenarnya tidak perlu untuk dipikirkan,
sehingga tidak akan banyak manfaatnya bagi mereka. Namun, seseorang bisa juga
"berpikir" hal-hal yang "bermakna", "penuh
hikmah" dan "penting" setiap saat semenjak bangun tidur hingga
kembali ke tempat tidur, dan mengambil pelajaran ataupun kesimpulan dari apa
yang dipikirkannya.
Dalam Al-Qur'an, Allah menyatakan bahwa orang-orang yang
beriman memikirkan dan merenungkan secara mendalam segala kejadian yang ada dan
mengambil pelajaran yang berguna dari apa yang mereka pikirkan.
"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan
silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang
berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk
atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan
bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini
dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa
neraka." (QS. Aali ‘Imraan, 3: 190-191).
Ayat di atas menyatakan bahwa oleh karena orang-orang
yang beriman adalah mereka yang berpikir, maka mereka mampu melihat hal-hal
yang menakjubkan dari ciptaan Allah dan mengagungkan Kebesaran, Ilmu serta
Kebijaksanaan Allah.
Berpikir dengan ikhlas sambil menghadapkan
diri kepada Allah
Agar sebuah perenungan menghasilkan manfaat dan
seterusnya menghantarkan kepada sebuah kesimpulan yang benar, maka seseorang
harus berpikir positif. Misalnya: seseorang melihat orang lain dengan
penampilan fisik yang lebih baik dari dirinya. Ia lalu merasa dirinya rendah
karena kekurangan yang ada pada fisiknya dibandingkan dengan orang tersebut
yang tampak lebih rupawan. Atau ia merasa iri terhadap orang tersebut. Ini
adalah pikiran yang tidak dikehendaki Allah. Jika ridha Allah yang dicari, maka
seharusnya ia menganggap bagusnya bentuk rupa orang yang ia lihat sebagai wujud
dari ciptaan Allah yang sempurna. Dengan melihat orang yang rupawan sebagai
sebuah keindahan yang Allah ciptakan akan memberikannya kepuasan. Ia berdoa
kepada Allah agar menambah keindahan orang tersebut di akhirat. Sedang untuk
dirinya sendiri, ia juga meminta kepada Allah agar dikaruniai keindahan yang
hakiki dan abadi di akhirat kelak. Hal serupa seringkali dialami oleh seorang
hamba yang sedang diuji oleh Allah untuk mengetahui apakah dalam ujian tersebut
ia menunjukkan perilaku serta pola pikir yang baik yang diridhai Allah atau
sebaliknya.
Keberhasilan dalam menempuh ujian tersebut, yakni dalam
melakukan perenungan ataupun proses berpikir yang mendatangkan kebahagiaan di
akhirat, masih ditentukan oleh kemauannya dalam mengambil pelajaran atau
peringatan dari apa yang ia renungkan. Karena itu, sangatlah ditekankan disini
bahwa seseorang hendaknya selalu berpikir secara ikhlas sambil menghadapkan
diri kepada Allah. Allah berfirman dalam Al-Qur'an :
"Dia lah yang memperlihatkan kepadamu tanda-tanda
(kekuasaan)-Nya dan menurunkan untukmu rezki dari langit. Dan tiadalah mendapat
pelajaran kecuali orang-orang yang kembali (kepada Allah)." (QS. Ghaafir,
40: 13).
Tentang Apakah
Manusia Biasanya Berpikir?
Dalam bab terdahulu telah disebutkan bahwa kebanyakan
manusia tidak berpikir sebagaimana seharusnya mereka berpikir dan tidak
mengembangkan sarana dan potensi berpikir mereka. Namun ada satu hal lagi yang
penting untuk dijelaskan di sini. Tidak dapat dipungkiri bahwa hal-hal tertentu
selalu terlintas dalam benak manusia setiap saat sepanjang hidupnya. Hampir
tidak ada masa, kecuali ketika tidur, dimana pikiran manusia benar-benar
kosong. Sayangnya, sebagian besar dari pikiran-pikiran ini tidak berguna,
"sia-sia" dan "tidak perlu", sehingga tidak akan bermanfaat
di akherat kelak, tidak menuntun ke arah yang benar dan tidak mendatangkan
kebaikan kepadanya.
Andaikata seseorang berusaha untuk mengingat apa-apa yang
telah dipikirkannya pada suatu hari, lalu mencatat dan memeriksanya dengan
seksama di penghujung hari tersebut, ia akan melihat betapa sia-sianya
kebanyakan dari apa yang telah ia pikirkan. Andaikata ia menemukan sebagian
dari padanya bermanfaat, maka boleh jadi ia tertipu. Sebab secara keseluruhan,
pikiran-pikiran yang menurutnya benar adakalanya ternyata tidak akan
mendatangkan keuntungan sedikitpun di akhirat.
Seperti halnya membuang waktu dengan melakukan pekerjaan
yang sia-sia dalam kehidupan sehari-hari, manusia adakalanya pula menghabiskan
waktunya secara sia-sia dengan terbawa oleh pikiran-pikiran yang tidak
bermanfaat. Dalam ayat: "Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang
beriman…yaitu…(dan) orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan
perkataan) yang tiada berguna" (QS. Al-Mukminun, 23 :1&3) Allah mengajak
manusia agar bersungguh-sungguh dalam masalah ini. Sudah pasti bahwa perintah
Allah di ayat tersebut juga berlaku dalam hal berpikir. Sebab pikiran-pikiran
yang tidak terkendali akan terus-menerus mengalir dalam benak seseorang.
Seseorang dengan sadar mengalihkan pikirannya dari satu hal ke hal lain. Ketika
sedang dalam perjalanan pulang ke rumah, seseorang memikirkan rencana untuk
berbelanja. Mendadak kemudian ia berpikir tentang hal lain, yakni apa-apa yang
pernah dikatakan temannya satu atau dua tahun yang lalu. Pikiran yang tidak
terkontrol dan tidak berguna ini dapat berlangsung terus-menerus sepanjang
hari. Padahal, yang kuasa mengontrol pikiran-pikiran tersebut adalah dirinya
sendiri. Setiap orang memiliki kemampuan untuk memikirkan sesuatu yang dapat
memperbaiki keadaan dirinya; meningkatkan keimanan, kemampuan berpikir,
perilaku; serta memperbaiki keadaan sekelilingnya.
Dalam bab ini akan diuraikan beberapa hal yang pada
umumnya cenderung dipikirkan oleh mereka yang berada dalam kelalaian. Alasan
mengapa masalah tersebut dijelaskan secara panjang lebar adalah agar
orang-orang yang lalai, dan yang membaca buku ini, segera menyadari bahwa
ketika di kemudian hari peristiwa yang sebagaimana disebutkan di buku ini
terlintas dalam benak mereka ketika dalam perjalanan ke tempat kerja atau ke
sekolah; atau ketika sedang melakukan pekerjaan yang rutin, mereka tidak lagi
berpikir tentang hal-hal yang sia-sia. Sebaliknya mereka akan mampu
mengendalikan pikiran-pikiran mereka dan berpikir segala sesuatu yang
benar-benar berguna bagi diri mereka.
Khayalan yang tidak bermanfaat
Ketidakmampuan dalam mengendalikan pikiran ke arah yang
baik akan mengakibatkan seseorang seringkali merasa khawatir atau mengalami
peristiwa-peristiwa yang sebenarnya belum terjadi seolah-olah telah terjadi
dalam benaknya, dan terseret dalam kesedihan, kekhawatiran dan ketakutan.
Misalnya, orang tua yang mempunyai anak yang tengah
belajar untuk menghadapi ujian kadangkala membuat sebuah skenario sebelum ujian
tersebut berlangsung dalam benaknya: "Apa yang akan terjadi jika anaknya
tidak lulus ujian? Jika anak laki-lakinya tidak memperoleh pekerjaan yang layak
di masa depan, mendapatkan penghasilan yang cukup, maka ia tidak dapat menikah.
Kalaulah ia menikah, bagaimana ia dapat membiayai pernikahannya? Jika ia tidak
lulus ujian, semua uang yang dikeluarkan untuk persiapan ujian tersebut akan
terbuang percuma. Tambahan lagi, ia akan terhina di mata orang-orang. Apalagi
jika anak laki-laki teman dekatnya ternyata lulus sedang anaknya sendiri
gagal…"
Khayalan-khayalan tersebut terus berkembang, padahal
anaknya belum melaksanakan ujian. Seseorang yang jauh dari agama akan mudah
terbawa oleh khayalan sia-sia yang serupa sepanjang hidupnya. Hal ini tentu ada
sebabnya. Al-Qur'an menyebutkan bahwa yang menyebabkan manusia terbelenggu oleh
khayalan atau angan-angan kosong adalah dikarenakan mereka membiarkan telinga
mereka dibisiki oleh syaitan:
"Dan aku (syaitan) benar-benar akan menyesatkan
mereka, dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka ..." (QS.
An-Nisaa’, 4: 119)
Sebagaimana termaktub dalam ayat di atas, mereka yang
terbawa oleh khayalan kosong, akan melupakan Allah, tidak berpikir, dan
senantiasa menerima bisikan-bisikan syaitan. Dengan kata lain, jika seseorang
yang tertipu oleh kehidupan dunia tidak menggunakan kekuatan tekad mereka,
tidak bertindak secara sadar dan berusaha meninggalkan kondisi yang demikian,
ia akan berada dalam kendali syaitan secara penuh. Satu diantara pekerjaan
syaitan yang patut diketahui adalah senantiasa menimbulkan keragu-raguan dan
khayalan-khayalan kosong dalam diri manusia. Oleh karena itu, segala khayalan,
perasaan putus asa dan kekhawatiran seperti: "apa yang akan saya perbuat
jika akan terjadi yang demikian" terbentuk dalam benak seseorang akibat
bisikan-bisikan syaitan.
Allah telah memberikan jalan keluar dari keadaan yang
buruk ini. Dalam Al-Qur'an, ketika niatan-niatan jahat syaitan melingkupi
manusia, mereka dianjurkan untuk minta perlindungan kepada Allah dan
mengingat-Nya:
"Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka
ditimpa was-was dari syaitan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga
mereka melihat kesalahan-kesalahannya. Dan teman-teman mereka (orang-orang
kafir dan fasik) membantu syaitan-syaitan dalam menyesatkan dan mereka tidak
henti-hentinya (menyesatkan)" (QS. Al-A’raaf, 7: 201-202)
Sebagaimana disebutkan dalam ayat tersebut, mereka yang
berpikir akan dapat mengetahui mana yang benar, sebaliknya mereka yang tidak
berpikir akan menuju ke arah mana saja syaitan menyeret mereka.
Yang terpenting adalah mengetahui bahwa khayalan-khayalan
semacam ini tidak akan mendatangkan manfaat kepada manusia. Bahkan sebaliknya,
menghambat mereka dari memikirkan tentang kebenaran, hal-hal yang penting; dan
mencegah kebersihan akal dari segala hal yang sia-sia. Manusia mampu berpikir
secara benar jika akalnya telah bebas dari pikiran yang sia-sia dan tidak
bermanfaat. Dengan demikian, mereka "menghindarkan diri dari apapun yang
tidak bermanfaat" sebagaiman Allah perintahkan dalam Al-Qur'an.
Faktor-faktor
Apakah Yang Menyebabkan
Manusia Tidak Mau Berpikir?
Ada banyak sebab yang menghalangi manusia untuk berpikir.
Satu, atau beberapa, atau semua sebab ini dapat mencegah seseorang untuk
berpikir dan memahami kebenaran. Oleh karena itu, perlu kiranya setiap orang
mencari faktor-faktor yang menyebabkan mereka berada dalam kondisi yang kurang
baik tersebut, dan berusaha melepaskan diri darinya. Jika tidak dilakukan, ia
tidak akan mampu mengetahui realitas yang sebenarnya dari kehidupan dunia yang
pada akhirnya menghantarkannya kepada kerugian besar di akhirat.
Dalam Al-Qur'an Allah memberitakan keadaan orang-orang
yang terbiasa berpikir dangkal:
"Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari
kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai Dan
mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka? Allah tidak
menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya melainkan dengan
tujuan yang benar dan waktu yang ditentukan. Dan sesungguhnya kebanyakan di
antara manusia benar-benar ingkar akan pertemuan dengan Tuhannya". (QS.
Ar-Ruum, 30: 7-8)
Kelumpuhan mental akibat mengikuti kebanyakan orang
Satu sebab yang membuat kebanyakan orang tersesat adalah
keyakinannya bahwa apa yang dilakukan "sebagian besar" manusia adalah
benar. Manusia biasanya lebih cenderung menerima apa yang diajarkan oleh
orang-orang disekitarnya, daripada berpikir untuk mencari sendiri kebenaran
dari apa yang diajarkan tersebut. Ia melihat bahwa hal-hal yang pada mulanya kelihatannya
janggal seringkali dianggap biasa oleh kebanyakan orang, atau bahkan tidak
terlalu dipedulikan. Maka setelah beberapa lama, ia kemudian menjadi terbiasa
juga dengan hal-hal tersebut.
Sebagai contoh: sebagian besar dari teman-teman di
sekitarnya tidak berpikir bahwa suatu hari mereka akan mati. Mereka bahkan
tidak membiarkan satu orang pun berbicara mengenai masalah ini untuk
mengingatkan tentang kematian. Seseorang yang berada dalam lingkungan yang
demikian akan berkata,"Karena semua orang seperti itu, maka tidak ada
salahnya jika saya berperilaku sama seperti mereka." Lalu orang tersebut
menjalani hidupnya tanpa mengingat kematian sama sekali. Sebaliknya, jika
orang-orang di sekitarnya bertingkah laku sebagai orang yang takut kepada Allah
dan beramal secara sungguh-sungguh untuk hari akhir, sangat mungkin orang ini
akan juga berubah sikap.
Sebagai contoh tambahan: ratusan berita tentang bencana
alam, ketidakadilan, ketidakjujuran, kedzaliman, bunuh diri, pembunuhan,
pencurian, penggelapan uang diberitakan di TV dan majalah-majalah. Ribuan orang
yang membutuhkan bantuan disebutkan setiap hari. Tetapi banyak dari mereka yang
membaca berita-berita tersebut, membolak-balik halaman surat kabar atau menekan
tombol TV dengan tenangnya. Pada umumnya, manusia tidak memikirkan mengapa
berita-berita semacam ini demikian banyak; apa yang harus dilakukan dan
persiapan-persiapan apa yang harus dilakukan untuk mencegah terjadinya
peristiwa yang sedemikian mengenaskan; serta apa yang dapat mereka lakukan
untuk mengatasi masalah tersebut. Kebanyakan manusia menuding orang atau pihak
lain bertanggung jawab atas kejadian-kejadian tersebut. Dengan seenaknya mereka
melontarkan kata-kata seperti "apakah menjadi tanggung jawab saya untuk
menyelamatkan dunia ini?"
Kemalasan mental
Kemalasan adalah sebuah faktor yang menghalangi
kebanyakan manusia dari berpikir.
Akibat kemalasan mental, manusia melakukan segala sesuatu
sebagaimana yang pernah mereka saksikan dan terbiasa mereka lakukan. Untuk
memberikan sebuah contoh dari kehidupan sehari-hari: cara yang digunakan para
ibu rumah tangga dalam membersihkan rumah adalah sebagaimana yang telah mereka
lihat dari ibu-ibu mereka dahulu. Pada umumnya tidak ada yang berpikir,
"Bagaimana membersihkan rumah dengan cara yang lebih praktis dan hasil
yang lebih bersih" dengan kata lain, berusaha menemukan cara baru.
Demikian juga, ketika ada yang perlu diperbaiki, manusia biasanya menggunakan
cara yang telah diajarkan ketika mereka masih kanak-kanak. Umumnya mereka
enggan berusaha menemukan cara baru yang mungkin lebih praktis dan berdaya
guna. Cara berbicara orang-orang ini juga sama. Cara bagaimana seorang akuntan
berbicara, misalnya, sama seperti akuntan-akuntan yang lain yang pernah ia
lihat selama hidupnya. Para dokter, banker, penjual…..dan orang-orang dari
latar belakang apapun mempunyai cara bicara yang khas. Mereka tidak berusaha
mencari yang paling tepat, paling baik dan paling menguntungkan dengan
berpikir. Mereka sekedar meniru dari apa yang telah mereka lihat.
Cara pemecahan masalah yang dipakai juga menunjukkan
kemalasan dalam berpikir. Sebagai contoh: dalam menangani masalah sampah,
seorang manajer sebuah gedung menerapkan metode yang sama sebagaimana yang
telah dipakai oleh manajer sebelumnya. Atau seorang walikota berusaha mencari
jalan keluar tentang masalah jalan raya dengan meniru cara yang digunakan oleh
walikota-walikota sebelumnya. Dalam banyak hal, ia tidak dapat mencari
pemecahan yang baru dikarenakan tidak mau berpikir.
Sudah pasti, contoh-contoh di atas dapat berakibat fatal
bagi kehidupan manusia jika tidak ditangani secara benar. Padahal masih banyak
masalah yang lebih penting dari itu semua. Bahkan jika tidak dipikirkan, akan
mendatangkan kerugian yang besar dan kekal bagi manusia. Penyebab kerugian
tersebut adalah kegagalan seseorang dalam berpikir tentang tujuan keberadaannya
di dunia; ketidakpedulian akan kematian sebagai suatu kenyataan yang tidak
dapat dihindari; dan kepastian akan hari penghisaban setelah mati. Dalam
Al-Qur'an, Allah mengajak manusia untuk merenungkan fakta yang sangat penting
ini:
"Mereka itulah orang-orang yang merugikan dirinya
sendiri, dan lenyaplah dari mereka apa yang selalu mereka ada-adakan. Pasti
mereka itu di akhirat menjadi orang-orang yang paling merugi. Sesungguhnya
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh dan merendahkan diri
kepada Tuhan mereka, mereka itu adalah penghuni-penghuni surga; mereka kekal di
dalamnya. Perbandingan kedua golongan itu (orang-orang kafir dan orang-orang
mukmin), seperti orang buta dan tuli dengan orang yang dapat melihat dan dapat
mendengar. Adakah kedua golongan itu sama keadaan dan sifatnya? Maka tidakkah
kamu mengambil pelajaran (daripada perbandingan itu)?" (QS. Huud, 11:
21-24)
"Maka apakah (Allah) yang menciptakan itu sama
dengan yang tidak dapat menciptakan (apa-apa) ? Maka mengapa kamu tidak
mengambil pelajaran." (QS. An-Nahl, 16: 17)
Anggapan bahwa berpikir secara mendalam
tidaklah baik
Ada sebuah kepercayaan yang kuat dalam masyarakat bahwa
berpikir secara mendalam tidaklah baik. Mereka saling mengingatkan satu sama
lain dengan mengatakan "jangan terlalu banyak berpikir, anda akan
kehilangan akal". Sungguh ini tidak lain hanyalah omong kosong yang
didengung-dengungkan oleh mereka yang jauh dari agama. Yang seharusnya dihindari
bukanlah tidak berpikir, akan tetapi memikirkan keburukan; atau terjerumus
dalam keragu-raguan, khayalan-khayalan atau angan-angan kosong.
Mereka yang tidak memiliki keimanan yang kuat kepada
Allah dan hari akhir, tidak berpikir mengenai hal-hal yang baik dan bermanfaat,
akan tetapi hal-hal yang negatif. Sehingga hasil yang tidak bermanfaatlah yang
pada akhirnya muncul dari perenungan mereka. Mereka berpikir, misalnya, bahwa
hidup di dunia adalah sementara, dan bahwa mereka suatu hari akan mati, akan
tetapi hal ini menjadikan mereka putus harapan. Sebab secara sadar mereka tahu
bahwa menjalani kehidupan tanpa mengikuti perintah Allah hanya akan
menyengsarakan mereka di akhirat. Sebagian dari mereka bersikap pesimistik
karena berkeyakinan bahwa mereka akan lenyap sama sekali setelah mati.
Orang yang bijak, yang beriman kepada Allah dan hari
kemudian memiliki pola pikir yang sama sekali berbeda ketika mengetahui bahwa
hidup di dunia hanyalah sementara. Pertama-tama, kesadarannya akan kehidupan
dunia yang sementara mendorongnya untuk memulai sebuah perjuangan atau kerja
keras yang sungguh-sungguh untuk kehidupannya yang hakiki dan abadi di akhirat.
Karena tahu bahwa hidup ini cepat atau lambat akan berakhir, ia tidak
terlenakan oleh ambisi syahwat dan kepentingan dunia. Ia terlihat sangat
tenang. Tak satupun peristiwa yang menimpanya dalam kehidupan yang sementara
ini membuatnya marah. Dengan ceria ia selalu berpikir tentang harapan untuk
meraih kehidupan yang abadi dan menyenangkan di akhirat. Ia juga sangat menikmati
keberkahan dan keindahan dunia. Allah telah menciptakan kehidupan dunia dengan
tidak sempurna dan penuh kekurangan sebagai ujian bagi manusia. Ia berpikir
bahwa jika dalam kehidupan di dunia yang tidak sempurna dan cacat ini terdapat
demikian banyak kenikmatan untuk manusia, maka sudah pasti kehidupan surga amat
tak terbayangkan lagi keindahannya. Ia mendambakan untuk melihat keindahan yang
hakiki di akhirat. Dan ia memahami semua hal tersebut setelah berpikir secara
mendalam.
Berlepas diri dari tanggung jawab melaksanakan
apa yang diperoleh dari berpikir
Kebanyakan manusia beranggapan bahwa mereka dapat
mengelak dari berbagai macam tanggung jawab dengan menghindarkan diri dari
berpikir, dan mengalihkan akalnya untuk memikirkan hal-hal yang lain. Dengan melakukan
yang demikian di dunia, mereka berhasil melepaskan diri mereka sendiri dari
beragam masalah. Satu diantara banyak hal yang sangat menipu manusia adalah
anggapan bahwa mereka akan dapat membebaskan diri dari kewajiban mereka kepada
Allah dengan cara tidak berpikir. Inilah sebab utama yang membuat mereka tidak
berpikir tentang kematian dan kehidupan setelahnya. Jika seseorang berpikir
bahwa ia suatu hari akan mati dan selalu ingat bahwa ada kehidupan abadi
setelah mati, maka ia wajib bekerja keras untuk kehidupannya setelah mati.
Tetapi ia telah menipu dirinya sendiri ketika berkeyakinan bahwa kewajiban
tersebut akan lepas dengan sendirinya ketika ia tidak berpikir tentang
keberadaan akhirat. Ini adalah kekeliruan yang sangat besar, dan jika seseorang
tidak mendapatkan kebenaran di dunia dengan berpikir, maka setelah kematiannya
ia baru akan menyadari bahwa tidak ada jalan keluar baginya untuk meloloskan
diri.
"Dan datanglah sakaratul maut dengan
sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari daripadanya. Dan ditiuplah
sangkakala. Itulah hari terlaksananya
ancaman." (QS. Qaaf, 50: 19-20)
Tidak berpikir akibat terlenakan oleh kehidupan
sehari-hari
Kebanyakan manusia menghabiskan keseluruhan hidup mereka
dalam "ketergesa-gesaan". Ketika mencapai umur tertentu, mereka harus
bekerja dan menanggung hidup diri mereka dan keluarga mereka. Mereka menganggap
hal ini sebagai sebuah "perjuangan hidup". Dan, karena harus bekerja
keras, jungkir balik dalam pekerjaan, mereka mengatakan tidak mempunyai waktu
lagi untuk hal-hal yang lain, termasuk berpikir. Akhirnya mereka pun terbawa
larut oleh arus ke arah mana saja kehidupan mereka ini membawa mereka. Dengan
demikian, mereka menjadi tidak peka lagi dengan peristiwa-peristiwa yang
terjadi di sekitar.
Namun, tidak sepatutnya manusia memiliki tujuan hidup
hanya sekedar menghabiskan waktu; bergegas pergi dari satu tempat ke tempat
yang lain. Yang terpenting di sini adalah kemampuan melihat kenyataan
sesungguhnya dari kehidupan dunia ini untuk kemudian menempuh jalan hidup yang
sebenarnya. Tidak ada satu orang pun yang mempunyai tujuan akhir mendapatkan
uang, bekerja, belajar di universitas atau membeli rumah. Sudah barang tentu
manusia perlu melakukan ini semua dalam hidupnya, namun yang mesti senantiasa
ada dalam benaknya ketika melakukan segala hal tersebut yaitu kesadaran akan
keberadaan manusia di dunia sebagai hamba Allah, untuk bekerja demi mencari
ridha, kasih sayang dan surga Allah. Segala perbuatan dan pekerjaan selain untuk
tujuan tersebut hanyalah berfungsi sebagai "sarana" untuk membantu
manusia dalam meraih tujuan yang sebenarnya. Menempatkan sarana sebagai tujuan
utama adalah sebuah kekeliruan yang amat besar yang didengung-dengungkan
syaitan kepada manusia.
Seseorang yang hidup tanpa berpikir akan mudah sekali
menjadikan sarana tersebut sebagai tujuan. Kita dapat menyebutkan contoh-contoh
lain yang serupa dalam kehidupan sehari-hari, misalnya: tidak dapat diragukan
bahwa bekerja dan menghasilkan berbagai hal yang bermanfaat untuk masyarakat
adalah perbuatan baik. Seseorang yang beriman kepada Allah akan melakukan
pekerjaan tersebut dengan bersemangat sambil mengharapkan balasan Allah di
dunia dan di akhirat. Sebaliknya jika seseorang melakukan hal yang sama tanpa
mengingat Allah dan hanya mengharapkan imbalan dunia, seperti mendapatkan
jabatan tinggi agar dihormati oleh masyarakat, maka ia telah melakukan
kekeliruan. Ia telah melakukan sesuatu yang sebenarnya dapat digunakan sebagai
sarana untuk mencapai tujuannya, yakni mencari ridha Allah. Ketika menemukan
realitas yang sebenarnya di akhirat, ia merasa sangat menyesal karena telah
melakukan hal yang demikian. Dalam sebuah ayat, Allah merujuk ke mereka yang
terpedaya oleh kehidupan dunia sebagaimana berikut:
"(Keadaan kamu hai orang-orang munafik dan
musyrikin) adalah seperti keadaan orang-orang sebelum kamu, mereka lebih kuat
daripada kamu, dan lebih banyak harta dan anak-anaknya dari kamu. Maka mereka
telah menikmati bagian mereka, dan kamu telah menikmati bagian kamu sebagaimana
orang-orang yang sebelummu menikmati bagiannya, dan kamu mempercakapkan (hal
yang batil) sebagaimana mereka mempercakapkannya. Mereka itu amalannya menjadi
sia-sia di dunia dan di akhirat; dan mereka itulah orang-orang yang
merugi." (QS.
At-Taubah, 9: 69).
Melihat
segala sesuatu dengan "penglihatan yang
biasa",
sekedar melihat tanpa perenungan
Ketika melihat
beberapa hal yang baru untuk pertama kalinya, manusia mungkin menemukan
berbagai hal yang luar biasa yang mendorong mereka berkeinginan untuk
mengetahui lebih jauh apa yang sedang mereka lihat tersebut. Namun setelah
sekian lama, mereka mulai terbiasa dengan hal-hal ini dan tidak lagi merasa
takjub. Terutama sebuah benda ataupun kejadian yang mereka temui setiap hari
sudah menjadi sesuatu yang "biasa" saja bagi mereka.
Sebagai contoh,
beberapa orang calon dokter merasakan adanya pengaruh terhadap dirinya ketika
pertama kali melihat jenazah. Saat pertama kali
satu di antara para pasien mereka meninggal dapat membuat mereka termenung
lama. Padahal beberapa menit yang lalu jasad tak bernyawa ini masih hidup,
tertawa, memikirkan rencana-rencana, berbicara, menikmati hidup dengan wajah
yang ceria. Orang yang tadinya hidup serta melihat dengan mata yang ceria,
berbicara tentang rencana masa depan, menikmati sarapan di pagi hari mendadak
terbaring tanpa ruh. Ketika pertama kali mayat tersebut diletakkan di depan
para dokter tersebut untuk diautopsi, mereka berpikir segala hal yang mereka
lihat padanya. Tubuhnya membusuk demikian cepat, bau yang menusuk hidung pun
tercium, rambut yang tadinya terlihat indah menjadi demikian kusut hingga tak
seorang pun sudi menyentuhnya. Kesemua ini termasuk apa yang ada di benak
mereka. Lalu mereka pun berpikir: bahan pembentuk semua manusia adalah sama dan
jasad mereka akan mengalami akhir yang serupa, yakni mereka pun akan menjadi
seperti mayat yang mereka saksikan.
Namun, setelah berulang-ulang melihat beberapa mayat dan
mendapati beberapa pasiennya meninggal dunia, orang-orang ini pada akhirnya
menjadi terbiasa. Mereka lalu memperlakukan mayat-mayat, atau bahkan para
pasien mereka sebagaimana barang atau benda.
Sungguh, ini tidak berlaku terhadap dokter saja. Terhadap
kebanyakan manusia, hal yang sama dapat terjadi dalam kehidupan mereka. Sebagai
contoh, ketika seseorang yang biasa hidup dalam kesusahan dikaruniai kehidupan
yang serba berkecukupan, ia akan sadar bahwa semua yang ia miliki adalah sebuah
kenikmatan untuknya. Tempat tidurnya menjadi lebih nyaman, tempat tinggalnya
menghadap ke arah pemandangan yang indah, ia dapat membeli apapun yang
diinginkannya, menghangatkan rumahnya di musim dingin sekehendaknya, dengan
mudahnya pergi dari satu tempat ke tempat yang lain dengan kendaraan, dan
banyak hal lain yang kesemuanya adalah kenikmatan baginya. Ketika membandingkan
dengan keadaan yang sebelumnya, ia akan merasa bersyukur dan bahagia. Akan
tetapi, bagi orang yang telah memiliki kesemua ini sejak lahir mungkin tak
pernah terlalu memikirkan tentang nilai dari semua kenikmatan tersebut. Jadi,
penilaian terhadap segala kenikmatan ini tidak mungkin dilakukannya tanpa ia
mau berpikir secara mendalam.
Lain halnya bagi seseorang yang mau merenung, tidaklah
menjadi persoalan apakah ia mendapatkan segala kenikmatan tersebut sejak lahir
atau di kemudian hari. Sebab ia tidak pernah melihat apa yang dimilikinya
sebagai sesuatu yang biasa-biasa saja. Ia paham bahwa segala yang ia punyai
adalah ciptaan Allah. Sekehendak-Nya, Allah berkuasa mengambil semua kenikmatan
yang ada darinya. Sebagai contoh, orang-orang mukmin ketika menaiki hewan
tunggangan, yakni kendaraan, mereka akan berdoa:
"Supaya kamu duduk di atas punggungnya kemudian kamu
ingat nikmat Tuhanmu apabila kamu telah duduk di atasnya; dan supaya kamu
mengatakan:"Maha Suci Tuhan yang telah menundukkan semua ini bagi kami
padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya, dan sesungguhnya kami akan
kembali kepada Tuhan kami." (QS. Az-Zukhruf, 43: 13-14)
Di ayat lain, dikisahkan bahwa ketika orang-orang yang
beriman memasuki kebun-kebun atau taman-taman mereka, mereka mengingat Allah
seraya berkata, "Atas kehendak Allah semua ini terwujud, tiada kekuatan
kecuali dengan pertolongan Allah" (QS. Al-Kahfi, 18: 39). Ini adalah
sebuah isyarat bahwa setiap saat ketika memasuki taman-taman mereka, muncul
dalam benak mereka: Allah lah yang menciptakan dan memelihara taman ini.
Sebaliknya, seseorang yang tidak berpikir mungkin takjub ketika pertama kali
melihat sebuah taman yang indah, tetapi kemudian taman tersebut menjadi sebuah
tempat yang biasa-biasa saja baginya. Kekagumannya atas keindahan tersebut
telah sirna. Sebagian orang sama sekali tidak menyadari nikmat tersebut
dikarenakan tidak berpikir. Mereka menganggap segala kenikmatan yang ada
sebagai hal yang "biasa" atau "lumrah" dan sebagai
"sesuatu yang memang seharusnya sudah demikian". Inilah yang
menjadikan mereka tidak dapat merasakan kenikmatan dari keindahan taman
tersebut.
Kesimpulan: wajib atas manusia untuk menghilangkan
segala penyebab yang menghalangi mereka dari berpikir
Sebagaimana telah dikatakan sebelumnya, fakta bahwa
kebanyakan manusia tidak berpikir dan hidup dalam keadaan lalai dari kebenaran
tidak menjadi alasan bagi seseorang untuk tidak berpikir. Setiap manusia
mempunyai kebebasan terhadap dirinya sendiri, dan ia akan bertanggung jawab
atas dirinya sendiri di hadapan Allah. Mesti senantiasa diingat bahwa Allah
menguji manusia dalam hidupnya di dunia. Sikap orang-orang selain dirinya yang
sering kali acuh, tidak mau berpikir, bernalar ataupun memahami kebenaran
adalah bagian dari ujian untuknya. Seseorang yang berpikir dengan ikhlas tidak
akan berkata,"Kebanyakan manusia tidak berpikir, dan tidak menyadari akan
hal ini, lalu mengapa saya sendirian yang mesti berpikir?" Tetapi, ia akan
menerima dan menjalani ujian tersebut dengan memikirkan tentang kelalaian
orang-orang terebut, dan memohon perlindungan Allah agar tidak menjadikannya
termasuk dalam golongan mereka. Sudah jelas bahwa keadaan mereka bukanlah
alasan baginya untuk tidak berpikir. Dalam Al-Qur'an, Allah memberitakan di
banyak ayat bahwa kebanyakan manusia berada dalam kelalaian dan tidak beriman:
"Dan sebahagian besar manusia tidak akan beriman -
walaupun kamu sangat menginginkannya." (QS. Yuusuf, 12: 103)
"Alif laam miim raa. Ini adalah ayat-ayat Al Kitab
(Al Qur’an). Dan Kitab yang diturunkan kepadamu daripada Tuhanmu itu adalah
benar: akan tetapi kebanyakan manusia tidak beriman (kepadanya)." (QS.
Ar-Ra’d, 13: 1)
"Mereka bersumpah dengan nama Allah dengan sumpahnya
yang sungguh-sungguh: "Allah tidak akan akan membangkitkan orang yang
mati". (Tidak demikian), bahkan (pasti Allah akan membangkitnya), sebagai
suatu janji yang benar dari Allah, akan tetapi kebanyakan manusia tiada
mengetahui," (QS. An-Nahl, 16: 38)
"Dan sesungguhnya Kami telah mempergilirkan hujan
itu diantara manusia supaya mereka mengambil pelajaran (dari padanya); maka
kebanyakan manusia itu tidak mau kecuali mengingkari (ni'mat)." (QS. Al-Furqaan,
25: 50)
Di lain ayat,
Allah menceritakan kesudahan dari mereka yang tersesat akibat mengikuti
kebanyakan manusia; dan tidak mematuhi perintah Allah akibat melalaikan tujuan
penciptaan mereka:
"Dan mereka
berteriak di dalam neraka itu: "Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami niscaya
kami akan mengerjakan amal yang saleh berlainan dengan yang telah kami
kerjakan". Dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup
untuk berpikir bagi orang yang mau berpikir, dan (apakah tidak) datang kepada
kamu pemberi peringatan? maka rasakanlah (adzab Kami) dan tidak ada bagi
orang-orang yang dzalim seorang penolongpun." (QS. Faathir, 35:37)
Berdasarkan
dalil di atas, setiap manusia hendaknya membuang segala sesuatu yang mencegah
mereka dari berpikir untuk kemudian secara ikhlas dan jujur memikirkan dengan
seksama setiap ciptaan ataupun kejadian yang Allah ciptakan, serta mengambil
pelajaran dan peringatan dari apa yang ia pikirkan.
Dalam bab
berikutnya, kami akan menguraikan tentang berbagai hal yang dapat dipikirkan
dan direnungkan oleh manusia, yakni beberapa peristiwa dan ciptaan Allah yang
dapat ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Tujuan kami adalah untuk memberikan
petunjuk tentang masalah ini kepada para pembaca agar mereka mampu menjalani
sisa hidupnya sebagai manusia yang "berpikir dan mengambil peringatan dari
apa yang mereka pikirkan".
Hal-hal Yang
Hendaknya Dipikirkan
Sejak awal, kami telah menekankan pentingnya berpikir,
manfaat-manfaatnya bagi manusia dan sarana yang membedakan manusia dari makhluk
lain. Kami telah menyebutkan pula sebab-sebab yang menghalangi manusia dari
berpikir. Semua ini mempunyai tujuan utama mendorong manusia untuk berpikir dan
membantu mereka mengetahui tujuan penciptaan dirinya; serta agar manusia
mengagungkan ilmu dan kekuasaan Allah yang tak terbatas.
Di halaman-halaman berikutnya, kami akan mencoba
menjelaskan bagaimana orang yang beriman kepada Allah berpikir tentang segala
sesuatu yang dijumpainya sepanjang hari dan mendapatkan pelajaran dari
peristiwa-peristiwa yang ia saksikan; bagaimana ia seharusnya bersyukur dan
menjadi semakin dekat kepada Allah setelah menyaksikan keindahan dan ilmu Allah
di segala sesuatu.
Sudah pasti apa yang disebutkan di sini hanya mencakup
sebagian kecil dari kapasitas berpikir seorang manusia. Manusia memiliki
kemampuan untuk setiap saat (dan bukan setiap jam, menit atau detik, tapi
satuan waktu yang lebih kecil dari itu, yakni setiap saat) dalam hidupnya.
Ruang lingkup berpikir manusia sedemikian luasnya sehingga tidak mungkin untuk
dibatasi. Oleh karena itu, uraian di bawah ini bertujuan untuk sekedar
membukakan pintu bagi mereka yang belum menggunakan sarana berpikir mereka
sebagaimana mestinya.
Perlu diingat bahwa hanya mereka yang berpikir secara
mendalam lah yang mampu memahami dan berada pada posisi lebih baik dibandingkan
makhluk lain. Mereka yang tidak dapat melihat keajaiban dari
peristiwa-peristiwa di sekitarnya dan tidak dapat memanfaatkan akal mereka
untuk bepikir adalah sebagaimana diceritakan dalam firman Allah berikut:
"Dan perumpamaan (orang-orang yang menyeru)
orang-orang kafir adalah seperti penggembala yang memanggil binatang yang tidak
mendengar selain panggilan dan seruan saja. Mereka tuli, bisu dan buta, maka
(oleh sebab itu) mereka tidak mengerti." (QS. Al-Baqarah,
2: 171)
"… Mereka
mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah)
dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat
(tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak
dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang
ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang
lalai." (QS. Al-A’raaf, 7: 179)
"Atau
apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. Mereka
itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat
jalannya (dari binatang ternak itu)." (QS. Al-Furqaan, 25: 44)
Hanya mereka
yang mau berpikir yang mampu melihat dan kemudian memahami tanda-tanda
kebesaran Allah, serta keajaiban dari obyek dan peristiwa-peristiwa yang Allah
ciptakan. Mereka mampu mengambil sebuah kesimpulan berharga dari setiap hal,
besar ataupun kecil, yang mereka saksikan di sekeliling mereka.
Ketika seseorang
bangun dari tidurnya di pagi hari…
Tidak diperlukan
kondisi khusus bagi seseorang untuk memulai berpikir. Bahkan bagi orang yang
baru saja bangun tidur di pagi hari pun terdapat banyak sekali hal-hal yang
dapat mendorongnya berpikir.
Terpampang
sebuah hari yang panjang dihadapan seseorang yang baru saja bangun dari
pembaringannya di pagi hari. Sebuah hari dimana rasa capai atau kantuk seakan
telah sirna. Ia siap untuk memulai harinya. Ketika berpikir akan hal ini, ia teringat sebuah firman Allah:
"Dialah yang menjadikan untukmu malam (sebagai)
pakaian, dan tidur untuk istirahat, dan Dia menjadikan siang untuk bangun
berusaha." (QS.
Al-Furqaan, 25: 47)
Setelah membasuh
muka dan mandi, ia merasa benar-benar terjaga dan berada dalam kesadarannya
secara penuh. Sekarang ia siap untuk berpikir tentang berbagai
persoalan yang bermanfaat untuknya. Banyak hal lain yang lebih penting untuk
dipikirkan dari sekedar memikirkan makanan apa yang dipunyainya untuk sarapan
pagi atau pukul berapa ia harus berangkat dari rumah. Dan pertama kali ia harus
memikirkan tentang hal yang lebih penting ini.
Pertama-tama, bagaimana ia mampu bangun di pagi hari
adalah sebuah keajaiban yang luar biasa. Kendatipun telah kehilangan kesadaran
sama sekali sewaktu tidur, namun di keesokan harinya ia kembali lagi kepada
kesadaran dan kepribadiannya. Jantungnya berdetak, ia dapat bernapas, berbicara
dan melihat. Padahal di saat ia pergi tidur, tidak ada jaminan bahwa semua hal
ini akan kembali seperti sediakala di pagi harinya. Tidak pula ia mengalami
musibah apapun malam itu. Misalnya, kealpaan tetangga yang tinggal di sebelah
rumah dapat menyebabkan kebocoran gas yang dapat meledak dan membangunkannya
malam itu. Sebuah bencana alam yang dapat merenggut nyawanya dapat saja terjadi
di daerah tempat tinggalnya.
Ia mungkin saja mengalami masalah dengan fisiknya.
Sebagai contoh, bisa saja ia bangun tidur dengan rasa sakit yang luar biasa
pada ginjal atau kepalanya. Namun tak satupun ini terjadi dan ia bangun tidur
dalam keadaan selamat dan sehat. Memikirkan yang demikian mendorongnya untuk
berterima kasih kepada Allah atas kasih sayang dan penjagaan yang
diberikan-Nya.
Memulai hari yang baru dengan kesehatan yang prima
memiliki makna bahwa Allah kembali memberikan seseorang sebuah kesempatan yang
dapat dipergunakannya untuk mendapatkan keberuntungan yang lebih baik di
akhirat.
Ingat akan semua ini, maka sikap yang paling sesuai
adalah menghabiskan waktu di hari itu dengan cara yang diridhai Allah. Sebelum
segala sesuatu yang lain, seseorang pertama kali hendaknya merencanakan dan
sibuk memikirkan hal-hal semacam ini. Titik awal dalam mendapatkan keridhaan
Allah adalah dengan memohon kepada Allah agar memudahkannya dalam mengatasi
masalah ini. Doa Nabi Sulaiman adalah tauladan yang baik bagi orang-orang yang
beriman:
"Ya Tuhanku berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri
ni'mat Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu
bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai; dan masukkanlah
aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh" (QS. An-Naml, 27 :
19)
Bagaimana
kelemahan manusia mendorong
seseorang untuk berpikir?
Tubuh manusia yang demikian lemah ketika baru saja bangun
dari tidur dapat mendorong manusia untuk berpikir: setiap pagi ia harus
membasuh muka dan menggosok gigi. Sadar akan hal ini, ia pun merenungkan
tentang kelemahan-kelemahannya yang lain. Keharusannya untuk mandi setiap hari,
penampilannya yang akan terlihat mengerikan jika tubuhnya tidak ditutupi oleh
kulit ari, dan ketidakmampuannya menahan rasa kantuk, lapar dan dahaga,
semuanya adalah bukti-bukti tentang kelemahan dirinya.
Bagi orang yang telah berusia lanjut, bayangan dirinya di
dalam cermin dapat memunculkan beragam pikiran dalam benaknya. Ketika menginjak
usia dua dekade dari masa hidupnya, tanda-tanda proses penuaan telah terlihat
di wajahya. Di usia yang ketigapuluhan, lipatan-lipatan kulit mulai kelihatan
di bawah kelopak mata dan di sekitar mulutnya, kulitnya tidak lagi mulus
sebagaimana sebelumnya, perubahan bentuk fisik terlihat di sebagian besar
tubuhnya. Ketika memasuki usia yang semakin senja, rambutnya memutih dan
tangannya menjadi rapuh.
Bagi orang yang berpikir tentang hal ini, usia senja
adalah peristiwa yang paling nyata yang menunjukkan sifat fana dari kehidupan
dunia dan mencegahnya dari kecintaan dan kerakusan akan dunia. Orang yang
memasuki usia tua memahami bahwa detik-detik menuju kematian telah dekat.
Jasadnya mengalami proses penuaan dan sedang dalam proses meninggalkan dunia
ini. Tubuhnya sedikit demi sedikit mulai melemah kendatipun ruhnya tidaklah
berubah menjadi tua. Sebagian besar manusia sangat terpukau oleh ketampanan
atau merasa rendah dikarenakan keburukan wajah mereka semasa masih muda. Pada
umumnya, manusia yang dahulunya berwajah tampan ataupun cantik bersikap arogan,
sebaliknya yang di masa lalu berwajah tidak menarik merasa rendah diri dan
tidak bahagia. Proses penuaan adalah bukti nyata yang menunjukkan sifat
sementara dari kecantikan atau keburukan penampilan seseorang. Sehingga dapat
diterima dan masuk akal jika yang dinilai dan dibalas oleh Allah adalah akhlaq
baik beserta komitmen yang diperlihatkan seseorang kepada Allah.
Setiap saat ketika menghadapi segala kelemahannya manusia
berpikir bahwa satu-satunya Zat Yang Maha Sempurna dan Maha Besar serta jauh
dari segala ketidaksempurnaan adalah Allah, dan iapun mengagungkan kebesaran
Allah. Allah menciptakan setiap kelemahan manusia dengan sebuah tujuan ataupun
makna. Termasuk dalam tujuan ini adalah agar manusia tidak terlalu cinta kepada
kehidupan dunia, dan tidak terpedaya dengan segala yang mereka punyai dalam
kehidupan dunia. Seseorang yang mampu memahami hal ini dengan berpikir akan
mendambakan agar Allah menciptakan dirinya di akhirat kelak bebas dari segala
kelemahan.
Segala kelemahan manusia mengingatkan akan satu hal yang
menarik untuk direnungkan: tanaman mawar yang muncul dan tumbuh dari tanah yang
hitam ternyata memiliki bau yang demikian harum. Sebaliknya, bau yang sangat
tidak sedap muncul dari orang yang tidak merawat tubuhnya. Khususnya bagi
mereka yang sombong dan membanggakan diri, ini adalah sesuatu yang seharusnya
mereka pikirkan dan ambil pelajaran darinya.
Bagaimana beberapa karakteristik tubuh manusia
membuat anda berpikir?
Ketika melihat diri sendiri di dalam cermin, seseorang
berpikir tentang berbagai hal yang sebelumnya tak pernah muncul dalam benaknya.
Sebagai contoh: bulu mata, alis, tulang belulang dan gigi-giginya tidak tumbuh
memanjang terus menerus. Dengan kata lain, di bagian tubuh dimana pertumbuhan
anggota badan yang terus menerus akan menjadi sesuatu yang menyusahkan dan
menghalangi pandangannya, maka anggota tubuh tersebut berhenti tumbuh.
Sebaliknya, rambut yang kelihatan indah jika tumbuh memanjang, tidak berhenti
tumbuh. Disamping itu, ada keseimbangan yang sempurna dalam pertumbuhan
tulang-belulang. Misalnya tulang anggota bagian atas tidak akan tumbuh
memanjang begitu saja sehingga menyebabkan badan kelihatan lebih pendek. Semua
tulang ini berhenti pada saat tertentu seakan-akan tiap-tiap tulang tersebut
tahu seberapa panjang mereka harus tumbuh.
Sudah barang tentu, semua yang telah disebutkan di sini
terjadi akibat dari reaksi-reaksi fisika dan kimia yang terjadi dalam tubuh.
Orang yang merenungkan hal ini akan juga bertanya-tanya bagaimana reaksi-reaksi
ini terjadi. Siapa yang memasukkan hormon-hormon dan enzim-enzim yang
bertanggung jawab atas pertumbuhan ke dalam tubuh sesuai dengan dosis yang
dibutuhkan? Dan siapakah yang mengontrol kadar dan waktu sekresi dari hormon
dan enzim tersebut?
Tidak dapat dipungkiri bahwa mustahil untuk mengatakan
bahwa ini semua terjadi secara kebetulan. Tidaklah mungkin sel-sel atau
atom-atom pembentuk manusia yang tidak mempunyai kesadaran tersebut melakukan
hal yang demikian dengan sendirinya. Ini adalah bukti bahwa fenomena tersebut
terjadi karena kekuasaan Allah yang menciptakan manusia dalam bentuk yang
sebaik-baiknya.
Ketika dalam perjalanan…
Setelah bangun tidur dan bersiap-siap di pagi hari,
orang-orang kemudian berangkat ke kantor, sekolah atau melakukan pekerjaan
mereka di luar rumah. Bagi orang yang beriman, keberangkatan ini adalah awal
dari melakukan amal kebaikan yang mendatangkan ridha Allah. Ketika meninggalkan
rumah dan bepergian ke luar, seseorang akan menjumpai banyak hal yang dapat ia
pikirkan, misalnya ribuan manusia, kendaraan, pohon, besar dan kecil, dan
beragam hal yang terdapat di banyak tempat. Dalam hal ini, pandangan orang yang
beriman sudah jelas, yakni bahwa ia berusaha untuk mendapatkan sebanyak mungkin
manfaat dari yang ia jumpai di sekelilingnya. Ia memikirkan tentang sebab-sebab
dari peristiwa-peristiwa yang ada. Karena apa yang sedang ia saksikan terjadi
dengan pengetahuan dan kehendak Allah, maka pasti ada sebuah makna di balik
peristiwa atau pemandanga itu. Karena Allah lah yang memampukannya untuk pergi
ke luar rumah serta meletakkan semua pemandangan ini di depan matanya, maka
sudah pasti dari pemandangan-pemandangan tersebut ada yang mesti dilihat dan
dipikirkan. Sejak bangun tidur, ia bersyukur kepada Allah yang telah memberinya
umur satu hari lagi di dunia yang dapat digunakannya sebagai modal untuk
mendapatkan pahala dari Allah. Kini, ia tengah memulai perjalanan yang dapat
mendatangkan pahala baginya. Menyadari hal ini, ia teringat akan firman Allah: "Dan
Kami jadikan siang untuk mencari penghidupan", (QS. An-Naba’, 78 :11).
Berpedomankan ayat tersebut, ia membuat rencana tentang bagaimana menghabiskan
waktunya di siang hari dengan melakukan pekerjaan-pekerjaan yang tidak hanya
bermanfaat untuk orang lain akan tetapi juga mendatangkan ridha Allah.
Ketika berada dalam mobilnya atau di atas kendaraan
apapun dengan pola pikir yang demikian, ia pun kembali bersyukur kepada Allah.
Tidak menjadi masalah, betapapun jauhnya jarak perjalanan yang harus ia tempuh,
ia masih memiliki sarana untuk pergi ke sana. Untuk memudahkan manusia, Allah
telah menciptakan beragam sarana transportasi untuk membantu manusia dalam
melakukan perjalanan. Bahkan kemajuan teknologi saat sekarang telah menyediakan
sarana transportasi baru berupa mobil, kereta api, pesawat terbang, kapal laut,
helikopter, bus…Ketika merenungkan hal ini, seseorang akan kembali teringat:
Allah lah yang telah menciptakan teknologi untuk membantu manusia.
Setiap hari, para ilmuwan membuat penemuan-penemuan dan
inovasi-inovasi baru yang dapat memudahkan hidup kita. Mereka menghasilkan ini
semua melalui sarana yang diciptakan Allah di bumi. Seseorang yang memikirkan
tentang masalah tersebut akan menikmati perjalanannya sambil bersyukur kepada
Allah atas kemudahan yang diberikan kepadanya.
Dalam perjalanan menuju tempat tujuan, ia menyaksikan
tumpukan sampah dengan bau yang tak sedap, tempat-tempat kumuh di sepanjang
jalan. Hal ini menimbulkan beragam pikiran dalam benaknya:
Ketika masih berada di dunia, Allah telah memberikan
informasi kepada kita yang membantu kita memperoleh gambaran tentang surga dan
neraka; atau mengira-ngira keadaan kedua tempat ini dengan menggunakan
perbandingan. Tumpukan sampah, bau yang tidak sedap dan daerah-daerah kumuh
dapat menimbulkan stres atau tekanan dalam jiwa seseorang. Tak seorangpun ingin
tinggal di tempat tersebut. Keadaan ini mengingatkan seseorang tentang neraka
dan ayat-ayat yang mengisahkan neraka. Di banyak ayat-ayat Al-Qur'an Allah
telah menceritakan segala sesuatu yang tidak menyenangkan, gelap serta
menjijikkan tentang neraka:
Dan golongan kiri, siapakah golongan kiri itu?
Dalam (siksaan) angin yang amat panas, dan air panas yang
mendidih, dan dalam naungan asap yang hitam.
Tidak sejuk dan tidak menyenangkan. (QS.
Al-Waaqi’ah, 56:41-44)
"Dan
apabila mereka dilemparkan ke tempat yang sempit di neraka itu dengan
dibelenggu, mereka di sana mengharapkan kebinasaan. (Akan dikatakan kepada
mereka): "Jangan kamu sekalian mengharapkan satu kebinasaan, melainkan
harapkanlah kebinasaan yang banyak" (QS. Al-Furqaan, 25:13-14)
Dengan
memikirkan ayat-ayat di atas, orang tersebut berdoa agar Allah menjauhkannya
dari siksa neraka dan mengampuni segala kesalahannya.
Sebaliknya,
seseorang yang tidak menggunakan cara berpikir yang demikian akan menghabiskan
waktunya dengan menggerutu, kesal dan selalu mencari kambing hitam dari setiap
permasalahan. Ia marah sekali kepada orang-orang yang menumpuk sampah tersebut
dan pihak pemerintahan daerah setempat yang terlambat untuk mengumpulkan dan
membuangnya. Sepanjang hari pikirannya disibukkan dengan hal-hal seperti: jalan
raya yang penuh dengan lubang; orang-orang yang menyebabkan lalu lintas macet;
badannya yang basah kuyup kehujanan akibat ulah badan meteorologi yang salah
dalam memperkirakan cuaca; cemoohan kasar dari bossnya, dan lain sebagainya.
Namun, pikiran yang sia-sia ini tidaklah bermanfaat dalam kehidupan akhiratnya
nanti. Seseorang mungkin berhenti sejenak kemudian berpikir apakah ia
seharusnya menghiraukan banyak hal. Sungguh, banyak orang mengatakan bahwa
alasan utama yang mencegah mereka dari berpikir adalah segala kesibukan yang
mengharuskan mereka bekerja keras terus-menerus di dunia. Mereka berdalih bahwa
mereka tidak mampu berpikir karena sibuk dengan masalah pangan, perumahan dan
kesehatan. Akan tetapi ini hanyalah sekedar alasan untuk mengelak.
Tanggung jawab dan kondisi tersebut tidak ada hubungannya dengan berpikir
sebagaimana yang dikehendaki di sini. Seseorang yang berusaha untuk berpikir
dalam rangka mencari ridha Allah akan mendapatkan pertolongan dari Allah. Ia
akan melihat bahwa, seiring dengan bergantinya hari, beragam persoalan yang
biasanya menjadi masalah baginya satu demi satu terselesaikan; hingga ia dapat
meluangkan waktu untuk berpikir dan berpikir lagi. Hanya orang-orang yang
beriman sajalah yang sadar, paham dan mengalami hal yang demikian.
Bagaimana dunia
yang berwarna-warni mendorong
seseorang
berpikir?
Masih dalam
perjalanannya, ia terus berusaha melihat keajaiban dari ayat-ayat ataupun
ciptaan Allah di sekitarnya, dan memuji Allah ketika memikirkan ini semua.
Ketika melihat ke luar melalui jendela mobilnya, ia menyaksikan dunia yang
penuh dengan beragam warna. Lalu ia pun berpikir: "Bagaimana segala
sesuatu akan terlihat seandainya dunia ini tidak berwarna?"
Lihatlah
gambar-gambar di bawah dan anda pun mulai berpikir. Apakah kenikmatan yang kita
rasakan dari memandang laut, pegunungan atau bunga yang tidak berwarna
sebanding dengan sebagaimana yang anda lihat sekarang? Apakah pemandangan
langit, buah, kupu-kupu, pakaian dan wajah-wajah manusia sebagaimana yang
terlihat oleh anda sekarang memberikan kepuasan? Adalah nikmat dari Tuhan bahwa
kita hidup di sebuah dunia yang cerah ceria dan memiliki beragam warna. Setiap
warna yang kita lihat di alam, keseimbangan yang sempurna dari warna-warna
makhluk hidup, semuanya adalah tanda-tanda tentang karya cipta dan seni khas
Allah yang tak tertandingi. Beragam warna dari bunga atau burung; dan
keharmonisan atau corak yang anggun antara warna-warna yang ada; bahwa tak satupun
warna di alam ini yang mengganggu penglihatan kita; warna lautan, langit,
pohon-pohon yang demikian serasi sehingga menimbulkan kedamaian dan tidak
melelahkan mata kita, semua ini menunjukkan kesempurnaan ciptaan Allah. Dengan
merenungkan beberapa fenomena tersebut, seseorang akan paham bahwa setiap
sesuatu yang ia lihat di sekelilingnya adalah hasil dari ilmu dan kekuasaan
Allah yang tak terbatas dan absolut. Setelah sadar akan segala nikmat yang
Allah anugerahkan ini, ia pun menjadi hamba yang takut kepada Allah dan memohon
perlindungan kepada-Nya agar tidak termasuk dalam golongan orang-orang yang
tidak bersyukur. Dalam Al-Qur'an, Allah mengisahkan fenomena warna-warna, dan
berfirman bahwa hanya mereka yang memiliki pengetahuan, yakni mereka yang menyelami
lebih jauh dengan berpikir dan menarik kesimpulan serta pelajaran dari fenomena
ini lah yang memiliki rasa takut kepada Allah:
"Tidakkah
kamu melihat bahwasanya Allah menurunkan hujan dari langit lalu Kami hasilkan
dengan hujan itu buah-buahan yang beraneka macam jenisnya. Dan di antara
gunung-gunung itu ada garis-garis putih dan merah yang beraneka macam warnanya
dan ada (pula) yang hitam pekat. Dan demikian (pula) di antara manusia,
binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam
warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara
hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha
Pengampun." (QS. Faathir, 35: 27-28).
Bagaimana sebuah
mobil jenazah yang melintas di
jalan mendorong
seseorang untuk berpikir?
Seseorang yang
sedang bergegas menuju ke suatu tempat secara tiba-tiba berpapasan dengan mobil
jenazah. Sungguh ini adalah kesempatan yang baik untuk berhenti sejenak dan
menenangkan diri. Pemandangan yang ia temui mengingatkannya akan kematian.
Suatu hari ia juga akan berada di mobil jenazah itu. Tiada keraguan tentang
terhadapnya, tak peduli seberapa besar usaha untuk menghindarinya, cepat atau
lambat kematian pasti akan datang menghampirinya. Tak peduli apakah ia sedang
berada di tempat tidurnya, ketika dalam perjalanan, atau ketika berlibur, ia
pasti akan meninggalkan dunia ini. Kematian adalah kenyataan yang tidak dapat
dihindari.
Di saat yang demikian, seorang mukmin teringat akan ayat
Allah berikut:
"Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati.
Kemudian hanyalah kepada Kami kamu dikembalikan. Dan orang-orang yang beriman
dan mengerjakan amal-amal yang saleh, sesungguhnya akan Kami tempatkan mereka
pada tempat-tempat yang tinggi di dalam syurga, yang mengalir sungai-sungai di
bawahnya, mereka kekal di dalamnya. Itulah sebaik-baik pembalasan bagi
orang-orang yang beramal, (yaitu) yang bersabar dan bertawakkal kepada
Tuhannya." (QS. Al-Ankabuut, 29: 57-59).
Keyakinan seseorang bahwa jasadnya akan juga dimasukkan
dalam peti mati, ditimbun tanah oleh kerabatnya, namanya akan diukir diatas
kuburan, akan menghilangkan kecintaannya kepada dunia. Seseorang yang dengan
ikhlas dan secara sadar berpikir tentang hal ini paham bahwa tidaklah masuk
akal untuk mengklaim kepemilikan tubuh yang suatu hari akan membusuk di dalam
tanah.
Dalam ayat di atas, Allah memberikan kabar gembira berupa
surga setelah kematian kepada mereka yang sabar dan bertawakal kepada Allah.
Oleh karenanya, dengan berpikir bahwa suatu hari ia akan mati, seorang mukmin
akan berusaha menjalani hidup dengan akhlaq yang baik sebagaimana yang
diperintahkan Allah untuk meraih surga. Setiap saat ia teringat akan dekatnya
kematian, tekadnya untuk mendapatkan surga semakin menguat dan mendorongnya
untuk senantiasa berusaha bertingkah laku sesuai dengan akhlaqnya yang semakin
lama semakin baik.
Sebaliknya, orang-orang yang condong memikirkan hal-hal
yang lain, dan menghabiskan hidup dengan angan-angan kosong, tidak berpikir
bahwa suatu hari hal yang sama pasti akan menimpa mereka meskipun mereka
berpapasan dengan mobil jenazah, setiap hari melewati kuburan atau bahkan salah
satu orang yang paling dicintai meninggal dunia di samping mereka sendiri.
Di siang hari…
Ketika menyaksikan segala peristiwa yang ditemuinya sepanjang
hari, orang beriman selalu berpikir tentang tanda-tanda kebesaran Allah dan
berusaha untuk memahami makna-makna yang terkandung dalam peristiwa-peristiwa
tersebut.
Ia menanggapi setiap kebaikan ataupun malapetaka sebagai
sesuatu yang memiliki kebaikan sebagaimana dikehendaki Allah. Di mana saja ia
berada, di sekolah, di tempat kerja ataupun di pasar, dan dengan berprasangka
dan berpikir bahwa Allahlah yang menciptakan setiap sesuatu, ia selalu berusaha
memahami keindahan-keindahan dan makna tersembunyi di balik peristiwa-peristiwa
yang diciptakan-Nya untuk kemudian menjalani hidup dengan mematuhi ayat-ayat
Allah. Sikap orang mukmin ini digambarkan dalam Al-Qur'an:
"Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan
tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan
sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang
(di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang. (Mereka mengerjakan yang
demikian itu) supaya Allah memberikan balasan kepada mereka (dengan balasan)
yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan, dan supaya Allah menambah
karunia-Nya kepada mereka. Dan Allah memberi rezki kepada siapa yang
dikehendaki-Nya tanpa batas."
(QS. An-Nuur, 24: 37-38)
Bagaimana orang berpikir ketika menghadapi
kesulitan-kesulitan yang ditemuinya dalam pekerjaan?
Manusia mungkin menghadapi berbagai macam kesulitan
selama satu hari penuh. Namun apapun kesulitan tersebut, hendaklah ia
berkeyakinan kepada Allah dan berpikir bahwa "Allah menguji kita dengan
sesuatu yang kita kerjakan dan pikirkan dalam hidup di dunia. Ini adalah
kenyataan yang sangat penting yang seharusnya tidak pernah kita lupakan sekejap
pun. Oleh karenanya, ketika menemui kesulitan dalam setiap hal yang kita
lakukan atau pikirkan, sehingga tidak berjalan sebagaimana mestinya, kita
hendaknya selalu ingat bahwa semua kesulitan ini telah dihadapkan oleh Allah
kepada kita untuk menguji perbuatan kita."
Pikiran-pikiran yang muncul dalam benak seseorang ini berlaku
untuk semua peristiwa, besar atau kecil, yang ia jumpai sepanjang hari. Sebagai
contoh, seseorang membayar lebih tanpa sengaja akibat salah pengertian atau
kecerobohan; sebuah file yang telah diselesaikan dalam waktu berjam-jam dengan
menggunakan komputer dapat hilang begitu saja akibat terputusnya aliran
listrik; seorang pelajar gagal dalam ujian universitas meskipun ia telah
belajar secara sungguh-sungguh; seseorang terpaksa menghabiskan harinya
menunggu dalam antrian untuk mendapatkan pekerjaan akibat birokrasi yang
terlalu rumit; dokumen yang hilang dapat menjadi masalah yang menyebabkan
pekerjaan seseorang tidak karuan; seseorang ketinggalan pesawat, atau bus
ketika hendak pergi ke suatu tujuan yang mesti dihadirinya seawal mungkin…Ada
banyak sekali peristiwa-peristiwa yang dialami seseorang dalam hidup yang
dianggapnya merupakan sebuah kesulitan atau "masalah".
Ketika mengalami semua peristiwa tersebut, orang yang
beriman akan berpikir dan ingat bahwa Allah menguji perilaku dan kesabarannya;
sehingga tidaklah masuk akal bagi orang yang yakin bahwa ia akan mati dan
mempertanggung jawabkan perbuatannya di akhirat terpengaruh dengan hal-hal
serupa dan menghabiskan waktunya dengan perasaan takut dan khawatir akan hal
tersebut. Ia paham bahwa ada sebuah kebaikan di balik semua peristiwa ini. Ia tak pernah
mengatakan "Aduh" terhadap kejadian apapun. Ia berdoa kepada Allah
untuk memudahkan pekerjaan-pekerjaannya dan menjadikan segala sesuatunya
sebagai kebaikan.
Ketika kesulitan
tersebut telah berlalu dengan datangnya kemudahan, ia berpikir bahwa ini adalah
jawaban dari doanya kepada Allah, Allah mendengarkan dan, kemudian, mengabulkan
doa-doanya. Pada akhirnya ia pun bersyukur kepada Allah.
Ketika menjalani
hari dengan prinsip berpikir seperti ini, maka seseorang tak akan pernah putus
harapan, merasa khawatir, menyesal ataupun menderita terhadap apapun yang
dialaminya. Ia tahu bahwa Allah telah menciptakan semua ini untuk sebuah
kebaikan dan keberkahan. Tidak hanya itu, ia berpikir yang demikian tidak hanya
ketika terjadi peristiwa-peristiwa besar yang menimpanya, namun juga di semua
hal yang rumit, besar ataupun kecil, yang ia jumpai dalam kehidupan
sehari-hari.
Coba pikirkan,
ada orang yang tidak mendapati urusannya yang penting terselesaikan sebagaimana
yang ia kehendaki. Ataupun orang yang ketika hampir saja meraih tujuan,
dihadapkan pada sebuah masalah yang serius. Orang ini mendadak menjadi sangat kecewa, merasa khawatir dan tertekan.
Pendek kata, dirinya dipenuhi dengan pikiran-pikiran buruk. Sebaliknya,
seseorang yag berpikir bahwa ada sesuatu kebaikan pada semua hal, akan berusaha
menemukan makna-makna tersembunyi yang Allah tunjukkan padanya melalui
peristiwa tersebut. Ia berpikir bahwa mungkin Allah telah melakukan ini semua
untuk memberinya peringatan agar lebih berhati-hati dan serius dalam menangani
masalah. Dengan demikian, ia pun kembali melakukan persiapan-persiapan yang
lebih matang, serta bersyukur kepada Allah sambil mengatakan "mungkin ini
membantu mencegah timbulnya malapetaka yang lebih besar lagi".
Seseorang yang ketinggalan bus ketika hendak menuju suatu
tempat, berpikir: "mungkin keterlambatan dan ketertinggalan saya dari bus
tersebut telah menyelamatkan saya dari kecelakaan atau bahaya yang lain".
Ia berpikir lagi: "mungkin masih banyak lagi hikmah-hikmah tersembunyi
yang serupa". Banyak sekali contoh-contoh semisal yang dapat ditemukan
dalam kehidupan manusia. Yang paling penting adalah rencana-rencana seseorang
tidak harus selalu terlaksana sesuai dengan yang ia kehendaki. Secara mendadak
ia mungkin mendapati dirinya berada dalam situasi yang sangat berbeda dari apa
yang ia rencanakan. Dalam kondisi yang demikian, seseorang yang berkepribadian
dan berperilaku secara tenang serta senantiasa mencari kebaikan dari sebuah
peristiwa akan memperoleh keberuntungan. Hal ini dikarenakan Allah berfirman
dalam ayat-Nya:
"Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat
baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk
bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (QS. Al-Baqarah,
2: 216)
Sebagaimana
firman Allah di atas, kita tidak mengetahui tetapi Allah mengetahui. Karena
itu, hanya Allahlah yang mengetahui apa yang baik dan yang tidak baik untuk kita.
Segala yang menimpa manusia hanyalah agar manusia mengambil Allah Yang Maha
Pengasih dan Maha Penyayang sebagai tempat mengadu dan meminta pertolongan,
serta menyerahkan diri kepada Allah sepenuhnya.
Hal-hal yang terpikirkan ketika sedang mengerjakan
sesuatu…
Manakala sedang mengerjakan sesuatu, seharusnya seseorang
tidak membiarkan akalnya kosong, akan tetapi senantiasa memikirkan segala
sesuatu yang baik. Otak manusia memiliki kemampuan untuk berpikir lebih dari
satu hal pada saat yang bersamaan. Seseorang yang sedang mengendarai mobil,
membersihkan rumah, bekerja mencari nafkah, berjalan di jalan raya, pada saat
yang sama dapat berpikir hal-hal yang baik.
Ketika membersihkan rumah, ia bersyukur kepada Allah yang
telah memberinya sarana seperti air dan detergen. Sadar bahwa Allah menyukai
kebersihan dan orang yang membersihkan diri, ia memandang pekerjaan yang sedang
ia lakukan sebagai bentuk ibadah sehingga dengan melakukan hal tersebut ia
mengharapkan ridha Allah. Di samping itu, ia merasa bahagia karena telah
mempersiapkan tempat yang nyaman untuk orang lain dengan membersihkan tempat
tinggalnya.
Seseorang yang tengah mengerjakan sesuatu, terus-menerus
berdoa kepada Allah dan memohon agar dimudahkan dalam pekerjaannya karena yakin
bahwa ia tidak dapat melakukan suatu pekerjaan dengan baik tanpa pertolongan
Allah. Kita mengetahui di dalam Al-Qur'an bahwa para Nabi memberikan contoh
kepada kita dengan terus menerus menghadapkan diri mereka kepada Allah dalam
kesendirian, dan selalu mengingat Allah ketika mengerjakan sesuatu. Diantara contoh ini adalah Nabi Musa. Beliau menolong dua
orang wanita yang ditemuinya dalam perjalanan. Setelah membantu memberikan
minum untuk binatang gembalaan mereka, beliau berdoa kepada Allah:
"Dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Madyan
ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan
ia menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang
menghambat (ternaknya). Musa berkata:
"Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu)?" Kedua wanita itu menjawab:
"Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum pengembala-pengembala
itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami adalah orang tua yang telah
lanjut umurnya". Maka Musa memberi minum ternak itu untuk (menolong) keduanya,
kemudian dia kembali ke tempat yang teduh lalu berdo’a: "Ya Tuhanku
sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan
kepadaku". (QS.
Al-Qashas, 28: 23-24)
Contoh lain yang
kita temui dalam Al-Qur'an yang berkenaan dengan masalah ini adalah Nabi
Ibrahim dan Nabi Isma’il. Allah menceritakan bahwa kedua Nabi ini memikirkan
kemaslahatan orang-orang mukmin yang lain pada saat keduanya sedang
melaksanakan suatu pekerjaan. Mereka berdoa kepada-Nya sehubungan dengan
pekerjaan yang sedang mereka lakukan:
"Dan
(ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama
Ismail (seraya berdoa): "Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan
kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui".
Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan
(jadikanlah) diantara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan
tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadat haji kami, dan
terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima taubat lagi
Maha Penyayang. Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang Rasul dari kalangan
mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan
kepada mereka Al Kitab (Al Qur'an) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan
mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana." (QS.
Al-Baqarah, 2: 127-129)
Bagaimana
sarang laba-laba mendorong
seseorang untuk berpikir?
Banyak hal yang dapat dipikirkan oleh seseorang yang
menghabiskan harinya dalam rumah. Ketika sedang membersihkan rumah, ia
menjumpai seekor laba-laba yang merajut sarangnya di sebuah sudut rumah
tersebut. Jika ia menyadari keharusan untuk memikirkan binatang yang seringkali
tidak dihiraukan orang ini, ia akan mengerti bahwa pintu pengetahuan telah
dibuka untuknya. Serangga kecil yang sedang disaksikannya adalah sebuah
keajaiban. Sarang
laba-laba tersebut memiliki bentuk simetri yang sempurna. Ia pun kagum terhadap
seekor laba-laba yang mungil tetapi memiliki kemampuan dalam membuat sebuah
disain sempurna yang sedemikian menakjubkan. Setelah itu ia membuat sebuah
pengamatan singkat hingga mendapatkan beberapa fakta lain: serat yang digunakan
laba-laba ternyata 30% lebih fleksibel dari serat karet dengan ketebalan yang
sama. Serat yang diproduksi oleh laba-laba ini memiliki mutu yang demikian
tinggi sehingga ditiru oleh manusia dalam pembuatan jaket anti peluru. Sungguh
luar biasa, sarang laba-laba yang dianggap sederhana oleh kebanyakan manusia,
ternyata terbuat dari bahan yang mutunya setara dengan bahan industri paling
ideal di dunia.
Ketika
menyaksikan disain yang sempurna pada makhluk hidup di sekitarnya, manusia
terus menerus berpikir hingga kemudian mendorongnya untuk menemukan lebih
banyak fakta-fakta yang menakjubkan. Ketika mengamati sebuah lalat yang setiap
saat dijumpainya namun belum pernah diperhatikannya atau bahkan merasa sangat
terganggu dan ingin sekali membunuhnya, ia melihat bahwa serangga tersebut
memiliki kebiasaan membersihkan diri sampai bagian-bagian yang terkecil dari
tubuhnya sekalipun. Lalat tersebut seringkali hinggap di suatu tempat lalu
membersihkan tangan dan kakinya secara terpisah. Setelah itu lalat ini
membersihkan debu yang menempel pada sayap dan kepalanya dengan menggunakan
tangan dan kakinya secara menyeluruh. Lalat ini terus saja melakukan yang
demikian sampai yakin akan kebersihannya. Semua lalat dan serangga membersihkan
tubuh mereka dengan cara yang sama: dengan penuh perhatian dan ketelitian
sampai ke hal-hal yang kecil sekalipun. Ini menunjukkan adanya satu-satunya
Pencipta yang mengajarkan kepada mereka cara membersihkan diri mereka sendiri.
Ketika terbang, lalat mengepakkan sayapnya kurang lebih
500 kali setiap detik. Padahal tak satupun mesin buatan manusia yang mampu
memiliki kecepatan yang luar biasa ini. Kalaulah ada, mesin itu akan hancur dan
terbakar akibat gaya gesek. Namun sayap, otot ataupun persendian lalat ini
tidak mengalami kerusakan. Lalat dapat terbang ke arahmanapun tanpa terpengaruh
oleh arah dan kecepatan angin. Dengan teknologi yang paling mutakhir sekalipun,
manusia masih belum mampu membuat mesin yang memiliki spesifikasi dan teknik
terbang yang luar biasa sebagaimana lalat. Begitulah, makhluk hidup yang
cenderung diremehkan dan tidak terlalu mendapat perhatian manusia, dapat
melakukan pekerjaan yang tak mampu dilakukan manusia. Tidak diragukan lagi,
tidaklah mungkin mengklaim bahwa seekor lalat melakukan ini semua semata-mata
karena kemampuan dan kecerdasan yang ia miliki. Semua karakteristik istimewa
dari lalat adalah kemampuan yang Allah berikan kepadanya
Segala sesuatu yang terlihat sepintas oleh manusia
ternyata didalamnya terdapat kehidupan, baik yang terlihat ataupun tidak. Tak
satu sentimeter persegi pun di bumi ini yang di dalamnya tidak terkandung
kehidupan. Manusia, tumbuh-tumbuhan dan hewan-hewan adalah makhluk yang mampu
dilihat oleh manusia. Namun, masih ada makhluk-makhluk lain yang tidak terlihat
oleh manusia akan tetapi manusia sadar akan keberadaannya. Misalnya rumah yang
ia diami yang penuh dengan makhluk-makhluk mikroskopis yang disebut
"tungau". Demikian pula halnya dengan udara yang ia hirup, di
dalamnya mengandung virus yang tak terhingga banyaknya, atau tanah kebunnya
yang mengandung bakteri yang sangat banyak.
Seseorang yang merenung tentang keanekaragaman yang luar
biasa dari kehidupan di bumi, akan mengetahui kesempurnaan makhluk-makhluk ini.
Tiap makhluk yang ia lihat adalah tanda-tanda keagungan karya seni ciptaan
Allah, demikian pula halnya dengan keajaiban luar biasa yang tersembunyi dalam
makhluk-makhluk mikroskopis tersebut. Virus, bakteri ataupun tungau yang tidak
terlihat oleh mata telanjang memiliki mekanisme tubuh yang unik. Habitat, cara
makan, sistim reproduksi dan pertahanan mereka semuanya diciptakan oleh Allah.
Seseorang yang memikirkan secara mendalam tentang fenomena ini teringat ayat
Allah:
"Dan berapa banyak binatang yang tidak (dapat)
membawa (mengurus) rezkinya sendiri. Allah-lah yang memberi rezki kepadanya dan
kepadamu dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS. Al-Ankabuut,
29: 60)
Bagaimana
penyakit mendorong seseorang
untuk
berpikir?
Manusia adalah
makhluk yang memiliki banyak kelemahan dan harus selalu terus-menerus berusaha
untuk mengatasi kelemahan tersebut. Adanya penyakit yang diderita manusia
adalah gambaran paling jelas tentang kelemahan tersebut. Oleh karenanya, ketika
seseorang atau sahabatnya jatuh sakit, ia hendaknya berpikir tentang makna yang
terkandung dari musibah ini. Ketika sedang berpikir, ia memahami bahwa flu yang
dianggap sebagai penyakit yang biasa pun memiliki pelajaran-pelajaran yang
darinya manusia dapat mengambil hikmah ataupun peringatan. Ketika terjangkiti
penyakit tersebut, ia memikirkan hal-hal seperti: pertama, penyebab utama flu
adalah virus yang teramat kecil untuk dilihat dengan mata telanjang. Akan
tetapi, makhluk yang kecil ini sudah cukup untuk membuat manusia yang bobotnya
60-70 kg menjadi kehilangan kekuatan, membuatnya sedemikian lemah sehingga tak
mampu berjalan ataupun berbicara sekalipun. Seringkali obat atau makanan yang
ia makan tidak membantu meringankan penderitaannya. Satu-satunya yang dapat ia
lakukan adalah beristirahat dan menunggu. Dalam tubuhnya, berlangsung sebuah
peperangan yang ia tak pernah mampu untuk campur tangan, dengan kata lain ia
dibuat lumpuh tak berdaya melawan organisme yang sangat kecil. Dalam keadaan
yang demikian, ia hendaknya mengingat ayat Allah:
"(Yaitu
Tuhan) Yang telah menciptakan aku, maka Dialah yang menunjuki aku, dan Tuhanku,
Yang Dia memberi makan dan minum kepadaku, dan apabila aku sakit, Dialah Yang
menyembuhkan aku, dan Yang akan mematikan aku, kemudian akan menghidupkan aku
(kembali), dan Yang amat kuinginkan akan mengampuni kesalahanku pada hari kiamat".
(Ibrahim
berdo'a): "Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku hikmah dan masukkanlah aku ke
dalam golongan orang-orang yang saleh". (QS. Asy-Syu‘araa, 26: 78-83)
Seseorang yang
terjangkiti penyakit apapun hendaknya membandingkan sikapnya ketika sehat dan
setelah pulih dari sakit, kemudian berpikir tentang hal tersebut. Seharusnya ia
menyadari keadaanya yang lemah ketika sakit, perasaan ketergantungan kepada
Allah yang sangat. Hal ini tercermin, misalnya, dalam keikhlasan dan
kekhusu’annya ketika berdoa kepada Allah menjelang dioperasi.
Sebaliknya,
ketika mengetahui orang lain sedang menderita sakit, ia hendaknya segera
bersyukur kepada Allah sambil berpikir tentang keadaannya yang sehat. Manakala
melihat orang yang cacat kaki, misalnya, orang beriman memikirkan bahwa kakinya
adalah nikmat yang sangat besar dan penting bagi dirinya. Ia memahami bahwa
kemampuannya untuk berjalan atau berlari ke manapun serta melakukan segala
sesuatu tanpa bantuan orang lain sejak bangun tidur di pagi hari adalah nikmat
dari Allah. Dengan membuat perbandingan seperti ini, ia akan lebih memahami
besarnya nikmat yang telah didapatkannya.
Bagaimana seseorang berpikir ketika bertemu dengan
orang yang
arogan, tidak sopan, suka menyinggung
perasaan orang lain dan berperangai buruk?
Ketika berada di kantor atau sekolah sepanjang hari,
seseorang akan bertemu dengan berbagai tipe manusia. Sebagian dari mereka
mungkin tidak berakhlaq baik dan tidak takut kepada Allah. Seorang mukmin yang
bertemu dengan orang-orang ini tidak akan terpengaruh oleh keadaan mereka,
sebaliknya tetap istiqomah dengan akhlaq luhurnya sebagaimana yang diajarkan
Allah. Ia memahami bahwa penyebab perilaku buruk mereka adalah ketiadaan rasa
takut kepada Allah serta ingkar kepada hari akhir. Gambaran berikut ini lalu muncul
dalam benaknya: Allah telah memperingatkan tentang siksa neraka dan
memerintahkan manusia agar memikirkan adzabnya yang kekal, sehingga manusia mau
memperbaiki perilaku mereka dalam kehidupan dunia, kembali kepada Allah dengan
merendahkan diri dan melaksanakan ajaran agama secara ikhlas. Seandainya
seseorang menyadari bahwa ia sedang berhadapan dengan ancaman yang sedemikian
berat dan serius, ia pasti akan melakukan segala sesuatu agar dapat meloloskan
diri dari ancaman tersebut. Sebaliknya mereka yang tidak memikirkannya,
sehingga tidak memahami betapa seriusnya ancaman tersebut, akan berperilaku
seolah-olah tempat yang penuh dengan bara dan siksaan yang dipersiapkan untuk
mereka itu tidak lah ada.
Sadar akan kenyataan ini, beberapa hal penting lain terlintas
dalam pikirannya: ketika dikumpulkan di tepi jurang neraka, perilaku
orang-orang yang berperangai buruk tersebut akan berbeda sama sekali dengan
perilaku mereka ketika di dunia. Orang yang ketika masih hidup di dunia
berperangai buruk, tidak malu untuk bertindak yang semena-mena dan arogan akan
memiliki ekspresi muka, sikap dan cara berbicara yang tidak seperti biasanya
pada hari penghisaban, yakni ketika ia diseret ke depan jurang neraka dan terus
menerus disiksa.
Atau jika orang yang agresif, kasar dan seringkali
melakukan tindak kejahatan dan tidak memiliki rasa kemanusiaan dibawa ke tepi
jurang neraka, ia akan merasakan penyesalan yang abadi ketika melihat adzab
neraka.
Seseorang selalu mengemukakan berbagai macam alasan untuk
tidak menjalankan agama dan tidak melaksanakan ibadah dalam hidupnya di dunia.
Namun ia tidak akan dapat mengatakan alasan-alasan tersebut ketika diperintah
melaksanakan sholat pada saat sedang menanti di depan gerbang neraka.
Orang yang takut kepada Allah tidak pernah melupakan
kenyataan ini. Karena senantiasa memikirkan siksa neraka, ia mengetahui mana
perilaku, kata-kata yang benar serta akhlaq yang baik. Dengan keyakinan yang
kuat dan senantiasa mengingat keberadaan neraka, ia selalu berbuat seolah-olah
ia berada sangat dekat dengan neraka, dan memikirkan bahwa ia akan dimintai
pertanggungjawaban atas segala sesuatu yang ia kerjakan.
Allah menyeru manusia untuk memikirkan neraka dan hari
penghisaban:
"Pada hari ketika tiap-tiap diri mendapati segala
kebajikan dihadapkan (dimukanya), begitu juga kejahatan yang telah
dikerjakannya; ia ingin kalau kiranya antara ia dengan hari itu ada masa yang
jauh; dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. Dan Allah sangat
Penyayang kepada hamba-hamba-Nya". (QS. Aali ‘Imraan, 3: 30)
Ketika sedang makan…
"Allah lah yang menjadikan bumi bagi kamu sebagai
tempat menetap dan langit sebagai atap, dan membentuk kamu lalu membaguskan
rupamu serta memberi kamu rezki dengan sebahagian yang baik-baik. Yang demikian
itu adalah Allah Tuhanmu, Maha Agung Allah, Tuhan semesta alam." (QS.
Ghaafir, 40:64)
Allah telah menyediakan untuk manusia berbagai jenis
makanan dan minuman yang baik, bersih dan lezat di dunia. Sudah barang tentu,
semua ini adalah bentuk kasih sayang Allah yang tak terhingga terhadap manusia.
Meskipun manusia mampu bertahan hidup hanya dengan satu jenis makanan dan
minuman, akan tetapi Allah telah menganugerahkan kepada mereka kenikmatan yang
tak terhitung jumlahnya dengan menciptakan beragam makanan: buah-buahan, sayur-sayuran
dan berbagai macam jenis daging…
Mengetahui bahwa segala kebaikan berasal dari Allah,
orang yang beriman akan memikirkan semua ini dan bersyukur kepada Allah setiap
saat ketika duduk di depan meja makan dan bersiap-siap menikmati hidangan.
Bagaimana
buah-buahan yang disajikan mendorong
seseorang untuk berpikir?
Dalam banyak ayat Al-Qur'an, disebutkan bahwa Allah telah
memberi nikmat kepada manusia dengan beraneka ragam buah-buahan yang disajikan
kepada seseorang ketika sedang makan. Di atas meja makan dihidangkan berbagai
macam sayur-sayuran yang sebelumnya tumbuh di atas tanah; dan makanan yang
dihasilkan dari hewan. Sesuai fitrahnya, manusia diciptakan untuk menikmati
makanan-makanan ini. Selain memiliki kelezatan yang berbeda-beda, pada saat
yang bersamaan makanan tersebut juga diperlukan untuk kelangsungan hidup
manusia. Marilah kita berpikir: apa yang terjadi seandainya makanan-makanan
yang penting untuk kehidupan manusia ini tidak memiliki rasa, atau mempunyai
rasa yang tidak sedap? Atau jika makanan-makanan ini berbahaya bagi tubuh kita
kendatipun rasanya enak….Atau seandainya terdapat hanya beberapa jenis makanan
yang dapat kita makan untuk kelangsungan hidup? Yang menyebabkan makanan dan
minuman yang dihidangkan di hadapan anda tidak berasa hambar adalah karena
kebaikan dan kasih sayang Allah kepada anda. Bahkan jika seseorang berpikir
tentang buah-buahan saja, ia akan mengetahui dan mengakui kebaikan Allah
kepadanya.
Ketika melihat beragam jenis buah-buahan di atas meja
makan di hadapannya, seseorang yang mempunyai nalar akan berpikir: tanaman yang
tumbuh dari tanah atau lumpur hitam akan tetapi menghasilkan buah-buahan dengan
beragam warna dan aroma, serta daging buah yang bersih dengan rasa yang sangat
enak, adalah nikmat yang sangat besar yang Allah berikan kepada manusia.
Pisang, tangerine, jeruk, melon, semangka serta semua
buah-buahan yang diciptakan beserta kulit pembungkus daging buah, memiliki
kulit yang mampu melindungi buah-buahan dari kebusukan dan kerusakan. Kulit
pembungkus ini juga berfungsi memelihara aroma buah. Segera setelah kulit ini
dikupas dan dibuang, daging buah tersebut perlahan-lahan berubah menjadi hitam
dan rusak.
Ketika diamati satu persatu, buah-buahan tersebut
kelihatan memiliki banyak keunikan. Tangerine dan jeruk, misalnya, diciptakan
dalam keadaan telah bersekat-sekat. Seandainya jeruk dan tangerine memiliki
bentuk yang utuh tanpa sekat, seseorang akan merasa sulit untuk memakan
buah-buahan yang banyak mengandung air ini. Namun Allah telah menciptakannya dalam
keadaan tersekat-sekat sebagai kemudahan dan nikmat tambahan untuk manusia.
Tidak perlu disanksikan lagi, disain yang sangat indah, tanpa cacat, dan
demikian sempurna sehingga pas dengan kebutuhan adalah satu diantara
karakteristik ciptaan Allah Yang Maha Mengetahui.
Contoh lain adalah strawberi, buah dengan bentuk dan rasa
yang sangat khusus. Bentuk dan rupa permukaannya kelihatan seakan-akan buah
strawberi sengaja dibentuk dengan sangat hati-hati. Warna merah segar yang
dihiasi dengan dedaunan hijau ini hanyalah bagian yang amat kecil dari daya
cipta Allah yang tak tertandingi. Manisnya bau dan rasa, ketiadaan akan biji
serta kulit pembungkus buah sehingga mudah untuk dimakan, mengingatkan orang
akan buah-buahan surga. Buah, yang tanamannya tumbuh di atas tanah dan memiliki
warna yang sedemikian indah dan menawan, menunjukkan kepada kita tentang Tuhan
kita yang telah menciptakan buah tersebut tanpa ada bandingannya. Dia lah yang
telah mewujudkan Seni, Kebijaksanaan serta Ilmu-Nya pada segala sesuatu yang
Dia ciptakan.
Keberadaan buah-buahan yang beraneka ragam di setiap
musim yang berbeda adalah hal lain yang patut untuk direnungkan. Adalah sebuah
nikmat dan kebaikan dari Allah kepada manusia bahwa, sebagai contoh, ketika
musim dingin dimana manusia membutuhkan vitamin dalam jumlah besar, tersedia
buah-buahan yang banyak mengandung vitamin C seperti tangerine, jeruk dan
grapefruit. Sebaliknya di musim panas, buah-buahan semisal ceri, melon,
semangka dan persik yang melegakan dahaga begitu berlimpah.
Ketika kita memandang pohon dengan buah-buahnya yang
bergelantungan di dahan atau ketika tanaman tersebut sedang ditanam terdapat
sebuah kenikmatan tersendiri yang Allah berikan. Pemandangan ratusan
buah-buahan di atas batang pohon yang kering dan menempel kuat pada dahannya,
yang di dalamnya mengandung air dan sebagian diantaranya terlihat seakan-akan
permukaan luar kulit buah tersebut terpoles hingga mengkilat, adalah bukti
bahwa setiap buah-buahan tersebut telah diciptakan oleh Allah. Sebagai contoh,
buah anggur terlihat seolah-olah telah di letakkan pada ranting-ranting tanaman
anggur satu demi satu. Allah telah menciptakan buah-buahan tersebut penuh
keunikan keunikan tanpa ada duanya. Ketika masih berada di dahan tanaman,
anggur dibentuk dan ditampilkan sedemikian rupa agar menarik manusia. Dengan
alasan ini, ketika menggambarkan surga dalam Al-Qur'an: "Dan naungan
(pohon-pohon surga itu) dekat di atas mereka dan buahnya dimudahkan memetiknya
semudah-mudahnya." (QS. Al-Insaan, 76:14), Allah menyatakan bahwa buah-buahan
di surga mudah dipetik.
Sudah pasti bahwa yang disebutkan disini hanyalah
contoh-contoh yang jumlahnya terbatas. Segala nikmat yang Allah ciptakan
terlalu banyak untuk dapat dihitung. Orang yang menyadari akan hal tersebut
ketika berada di meja makan akan teringat ayat Allah yang lain:
"Maka apakah (Allah) yang menciptakan itu sama
dengan yang tidak dapat menciptakan (apa-apa)? Maka mengapa kamu tidak
mengambil pelajaran. Dan jika kamu menghitung-hitung ni'mat Allah, niscaya kamu
tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang." (QS. An-Nahl, 16: 17-18)
Bagaimana rasa dan bau mendorong seseorang berpikir?
Dengan senantiasa berpikir sebagaimana telah diuraikan di
atas, manusia akan lebih menyadari tentang keindahan dan ketelitian dalam
ciptaan Allah. Ketika merenung tentang semua ini, orang yang sadar akan
berpikir bahwa kebahagiaan yang mucul ketika sedang merasakan nikmat-nikmat
yang Allah berikan adalah sebuah kebaikan yang besar. Ia ingat bahwa indra
pengecap dan penciuman telah menolong kita merasakan berbagai keindahan di
dunia. Tanpa memiliki indra penciuman, kita tidak akan mampu menikmati
keharuman sekuntum bunga mawar, buah-buahan yang kita makan atau daging
panggang sebagaimana yang kita rasakan saat ini. Tanpa indra pengecap, kita
tidak dapat merasakan rasa coklat yang khas, permen, daging, strawberi dan rasa
lezat yang lain.
Hendaknya tidak dilupakan bahwa mungkin saja kita hidup
di dunia yang tidak memiliki warna, rasa dan aroma. Dan jika Allah tidak
memberikan segala kenikmatan ini, kita tidak akan mendapatkannya dengan cara
apapun. Namun Allah telah memberikan nikmat yang tak berhingga kepada manusia
dengan menciptakan rasa dan bau juga sistim indera untuk merasakannya.
Ketika berjalan-jalan di taman….
Bagaimana keindahan alam mendorong seseorang berpikir?
Ketika melihat keindahan-keindahan di alam seseorang yang
beriman kepada Allah memuji Allah dengan mengagungkan-Nya. Ia sadar bahwa Allah
telah menciptakan segala keindahan yang ada. Ia tahu bahwa segala keindahan ini
adalah kepunyaan Allah dan merupakan perwujudan dari sifat-Nya Yang Maha Indah
(Al-Jamaal).
Ketika berjalan-jalan mengelilingi alam sekitar,
seseorang merasakan keindahan-keindahan yang lebih terasa dari sebelumnya. Dari
sebatang rumput hingga setangkai bunga daisy kuning, dari burung hingga semut,
segala sesuatunya penuh dengan kerumitan yang memerlukan perenungan. Ketika
merenungkan yang demikian, manusia akan memahami kekuasaan dan kebesaran Allah.
Kupu-kupu, misalnya, adalah makhluk yang sangat indah dan
elok untuk dilihat. Kupu-kupu, yang memiliki sayap dengan simetri dan disain
semacam renda yang demikian teliti sehingga terlihat seolah-olah dilukis dengan
tangan, dengan warna yang harmoni dan dipenuhi fosfor sehingga berpendar,
adalah bukti daya seni yang tak tertandingi dari ciptaan Allah.
Banyaknya jenis tanaman dan pohon yang tak terhitung di
muka bumi merupakan bagian dari keindahan ciptaan Allah. Bunga-bunga dengan
warna yang beraneka-ragam dan berbagai bentuk pepohonan telah diciptakan
sedemikian rupa sehingga memberikan kenyamanan bagi manusia.
Seseorang yang memiliki keimanan akan berpikir bagaimana
bunga seperti mawar, violet, daisy, hyacinth, anyelir, anggrek dan bunga-bunga
lainnya memiliki permukaan yang sedemikian mulus, bagaimana mereka muncul dari
biji-biji mereka dalam keadaan yang halus sama sekali tanpa ada
lipatan-lipatan, bagaikan telah disetrika.
Satu lagi keajaiban ciptaan Allah adalah aroma sedap yang
menakjubkan dari bunga-bunga ini. Mawar, misalnya, memiliki wangi yang tidak
pernah berubah yang selalu dikeluarkannya. Bahkan dengan teknologi paling maju
sekalipun, bau yang menyamai mawar tidak dapat dibuat. Penelitian di laboratorium-laboratorium
untuk menyerupai bau ini belum mendatangkan hasil yang memuaskan. Aroma parfum
yang diproduksi dengan meniru bau mawar pada umumnya memiliki bau harum yang
sedemikian kuat sehingga mengganggu orang. Tetapi bau asli dari bunga mawar tidak
menimbulkan gangguan apapun bagi manusia.
Orang yang beriman sadar bahwa segala sesuatu ini
diciptakan Allah agar ia memuji-Nya, untuk menunjukkan kepadanya karya seni dan
ilmu Allah dari keindahan-keindahan yang ia ciptakan. Sadar akan hal ini,
seseorang yang menyaksikan keindahan kebun ketika sedang berjalan-jalan akan
mengagungkan Allah seraya mengatakan, "Maa syaa Allahu, laa quwwata
illaa billaah (sungguh atas kehendak Allah semua ini terwujud, tiada kekuatan
kecuali dengan pertolongan Allah)" (QS. Al-Kahfi, 18: 39). Ia ingat
bahwa Allah telah memberikan segala keindahan ini untuk kepentingan manusia dan
Dia akan memberikan kenikmatan-kenikmatan luar biasa kepada orang-orang mukmin
yang tidak ada bandingannya di akhirat; sehingga kecintaannya kepada Allah
semakin bertambah.
Sudahkah anda merenungkan tentang seekor semut
yang anda lihat ketika berjalan di sebuah taman?
Manusia pada umumnya tidak begitu memperhatikan
pentingnya berpikir tentang beragam makhluk hidup yang mereka lihat di
sekitarnya. Mereka tidak membayangkan bahwasanya benda-benda hidup yang mereka
jumpai setiap hari tersebut memiliki ciri-ciri yang sangat menarik. Sebaliknya,
bagi seseorang yang beriman, setiap makhluk hidup ciptaan Allah memiliki
karakteristik yang menunjukkannya sebagai sebuah ciptaan yang sempurna. Semut
adalah salah satu diantaranya.
Sewaktu berjalan-jalan di taman, orang yang beriman tidak
memalingkan muka ketika melihat seekor semut. Dengan mengamati ciri-cirinya
yang mengagumkan, ia menyaksikan kesempurnaan ciptaan Allah.
Bahkan dengan hanya mengamati cara berjalan seekor semut
pun dapat mendorong akal kita untuk berpikir. Semut menggerakkan kaki-kakinya
yang sangat kecil secara berurutan dan sangat terorganisir, mengetahui dengan
baik dan sempurna kaki yang mana yang seharusnya melangkah terlebih dahulu
untuk kemudian diikuti kaki yang lain. Ia dapat berjalan dengan sangat cepat
tanpa lelah.
Serangga mungil ini mampu mengangkat beban yang bobotnya
jauh lebih berat dibanding tubuhnya, dan membawanya ke sarang sendirian. Ia
mampu menempuh perjalanan yang jaraknya sangat jauh dibandingkan dengan panjang
tubuhnya yang sangat pendek. Di atas tanah yang rata dan tidak berjejak, tanpa
penunjuk arah, semut dapat dengan mudah menemukan sarangnya. Kendatipun lubang
masuk sarang terlalu kecil bagi manusia untuk menemukannya, semut tidak
merasakan kebingungan dan menemukan sarang tersebut, tak menjadi soal dimana
sarang tersebut berada.
Ketika sedang berada di kebun dan melihat semut-semut
yang berbaris satu dengan yang lain, bekerja keras dan bersemangat mengangkut
makanan ke dalam sarangnya, seseorang tak mampu berhenti bergumam dalam hati
mengapa makhluk yang mungil ini kelihatan seolah-olah bekerja begitu keras.
Seseorang kemudian menyadari bahwa semut tersebut mengumpulkan makanan tidak
hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk para anggota koloni semut yang
lain, untuk sang ratu dan bayi-bayi semut. Bagaimana semut yang mungil yang
tidak memiliki otak yang sempurna akan tetapi mampu berperilaku rajin, disiplin
dan berkorban untuk orang lain adalah sesuatu yang perlu untuk direnungkan.
Setelah memikirkan secara mendalam tentang fenomena-fenomena ini, seseorang
mencapai sebuah kesimpulan: semut, sebagaimana makhluk hidup yang lain,
berperilaku dengan mengikuti petunjuk Allah dan mematuhi perintah-perintah-Nya
saja.
Bagaimana
gerakan tanaman merambat mendorong
seseorang
berpikir?
Orang mukmin
yang sedang berjalan di sebuah taman juga memikirkan tentang tanaman yang
merambat, yang juga dikenal dengan istilah ivy, yang ia temui, yang merupakan
satu dari nikmat-nikmat yang Allah ciptakan.
Bagi orang yang
berpikir, di setiap benda hidup terdapat tanda-tanda yang dapat dijadikan
pelajaran. Sebagai contoh, ivy yang melingkarkan tubuhnya mengelilingi sebuah
dahan atau benda lain adalah fenomena yang perlu dipikirkan secara seksama.
Jika pertumbuhan ivy direkam dan dipertunjukkan ulang dengan cepat, akan
terlihat bahwa ivy bergerak seolah-olah ia adalah makhluk yang memiliki
kesadaran. Ia seolah-olah melihat dahan yang berada tepat di hadapannya, lalu
ia mengulurkan dirinya ke arah dahan tersebut dan mengikatkan diri ke dahan
seperti tali lasso. Kadangkala ia melingkari dahan tersebut beberapa kali untuk
menguatkan ikatan dirinya terhadap dahan. Ia tumbuh sangat cepat dengan cara
yang demikian dan ketika telah sampai di ujung dahan, ia tumbuh dengan
mengikuti arah baru yakni kembali tumbuh melingkari dahan dengan arah ke
belakang, atau tumbuh kebawah. Seorang mukmin yang menyaksikan semua ini
kembali sadar bahwa Allah telah menciptakan semua benda hidup, dan bahwa Dia
menciptakannya sebagai sistim yang unik dan tanpa cacat.
Ketika seseorang
terus mengamati gerakan-gerakan ivy, ia menemukan satu ciri menarik lain dari
tumbuhan tersebut. Ia melihat bahwa ivy dengan kuat melekatkan dirinya di atas
permukaan dimana ia berada dengan menjulurkan lengan-lengan sampingnya. Bahan
yang kental yang diproduksi oleh tanaman yang tidak memiliki kesadaran tersebut
merekat sedemikian kuat sehingga ketika tanaman ini dicoba untuk dipindahkan
dengan cara menariknya dari tempat ia berada, maka cat yang ada ditembok akan
ikut terangkat juga.
Keberadaan
tanaman yang merambat sebagaimana diuraikan atas menunjukkan kepada orang
mukmin yang melihat dan kemudian memikirkannya, akan kekuasaan Allah, Pencipta tanaman
tersebut.
Bagaimana
pepohonan mendorong seseorang untuk
berpikir?
Setiap hari kita
melihat pepohonan di berbagai tempat; akan tetapi, pernahkan kita memikirkan
bagaimana air dapat mencapai daun yang paling jauh letaknya di ujung teratas
dari sebuah pohon yang tinggi? Kita akan mendapatkan pemahaman yang lebih baik
tentang keluarbiasaan ini dengan membuat sebuah perbandingan. Tidaklah mungkin
bagi air dalam sebuah tanki di bagian bawah bangunan anda untuk naik ke lantai
yang lebih atas tanpa adanya sebuah tanki hidroforik atau mesin pompa air yang
kuat. Anda tidak akan mampu memompa air kendatipun hanya sampai
ke lantai pertama. Oleh karena itu, sudah seharusnya ada sistim pemompaan yang
mirip dengan mesin hidrofonik yang dimiliki oleh pohon. Jika tidak, mustahil
air akan dapat mencapai batang pohon dan cabang-cabangnya di bagian atas
sehingga pohon-pohon tersebut akan segera mati.
Namun Allah telah menciptakan untuk tiap-tiap pohon semua
sarana dan perlengkapan yang diperlukan. Tambahan lagi, sistim pemompaan di
setiap pohon terlalu canggih dibandingkan dengan yang ada di bangunan tempat
tinggal manusia. Ini adalah satu diantara beragam hal yang hendaknya dipikirkan
oleh seseorang ketika sedang menyaksikan tanaman-tanaman tersebut. Dan
pemikiran semacam ini hanya akan muncul jika ia senantiasa melihat ke segala
sesuatu dengan menggunakan "mata yang benar-benar melihat", yakni
melihat sambil memikirkan secara mendalam tentang apa yang sedang dilihatnya.
Hal lain yang dapat dipikirkan berhubungan dengan
dedaunan. Ketika memandang sebuah pohon, seseorang yang merenungkan segala
sesuatu yang dilihatnya tidak akan menganggap daun-daun pohon tersebut sebagai
bentuk-bentuk sederhana sebagaimana ia terbiasa untuk melihatnya. Ia berpikir
berbagai hal yang belum pernah terpikirkan oleh orang lain. Dedaunan, misalnya,
adalah sesuatu yang rentan dan mudah rusak. Namun, daun-daun ini tidak kering
kerontang karena panasnya terik sinar matahari yang menyengat. Ketika seorang
manusia berada pada suhu 40oC dalam waktu yang sebentar, warna kulitnya
berubah, ia menderita dehidrasi. Sebaliknya, daun mampu untuk tetap hijau di
bawah panas matahari yang menyengat tanpa terbakar selama berhari-hari, bahkan
berbulan-bulan meskipun sangat sedikit sekali jumlah air yang mengalir melalui
pembuluh-pembulunya yang mirip benang. Ini adalah sebuah keajaiban penciptaan
yang menunjukkan bahwa Allah menciptakan segala sesuatu dengan ilmu yang tak
tertandingi. Berpikir tentang keajaiban ciptaan tersebut, seseorang yang
beriman mampu sekali lagi melihat kebesaran Allah untuk kemudian
mengagungkan-Nya.
Ketika sedang
membaca surat kabar, melihat TV...
Orang-orang
mengikuti berita melalui berbagai surat kabar dan TV di siang hari ataupun
setelah mereka kembali ke rumah di petang hari. Dalam laporan berita tersebut,
banyak pemberitaan-pemberitaan yang dapat dipikirkan dan dilihat atau diambil
darinya peringatan serta tanda-tanda kekuasaan Allah oleh orang-orang yang
memiliki nalar.
Bagaimana
jumlah kasus kejahatan, penyerangan dan
pembunuhan
mendorong seseorang untuk berpikir?
Setiap hari,
melalui surat kabar lokal maupun berita televisi, seseorang mengetahui adanya
kasus pembunuhan, penganiayaan, pencurian, perampokan, penipuan dan bunuh diri.
Kejadian yang sering ini, serta kebanyakan manusia yang begitu cenderung
melakukan tindak kriminal tersebut memperlihatkan akibat yang diderita oleh
manusia yang hidupnya tidak berlandaskan agama Allah. Penculikan yang dilakukan
oleh seseorang terhadap seorang anak kecil untuk mendapatkan uang tebusan yang
menyebabkannya dihantui oleh perasaan takut yang sangat termasuk upaya
pembunuhan terhadapnya; seseorang yang menodongkan senapannya ke arah orang
lain lalu menembaknya tanpa ragu-ragu; seseorang yang menerima uang suap,
melakukan bunuh diri atau penipuan…Semua ini adalah indikasi bahwa para pelaku
tindak kriminal tersebut tidak takut kepada Allah dan tidak yakin akan
keberadaan hari akhirat. Seseorang yang takut kepada Allah dan mengetahui bahwa
ia akan dihisab di hari akhir tidak akan pernah berani melakukan satu pun dari
berbagai kejahatan tersebut. Sebab semuanya adalah perbuatan yang akan dibalas
dengan api neraka di akhirat.
Mungkin ada yang
berkata:"Saya seorang ateis. Saya tidak percaya kepada Allah, tapi saya
tidak menerima uang suap". Pernyataan orang yang tidak takut kepada Allah
ini tidak meyakinkan sama sekali. Sangat mungkin
bahwa komitmen dalam memegang janjinya akan melemah ketika kondisi berubah.
Sebagai contoh, jika ia harus mendapatkan uang untuk keperluan yang sangat
mendesak, dan kebetulan berada pada kondisi yang memungkinkannya untuk mencuri
atau menerima uang suap, ia dapat saja tidak memegang janjinya. Hal yang sama
dapat berlaku ketika nyawanya berada dalam bahaya. Kendatipun ia dapat menahan
diri dari mengambil uang suap dalam situasi yang sulit, ia mungkin cenderung
untuk melakukan perbuatan terlarang lainnya. Sebaliknya, orang yang beriman
tidak pernah melakukan apapun yang tidak mampu dipertanggung jawabkannya di
akhirat.
Jadi, penyebab semua tindak kejahatan tersebut, yang mendorong
kita melakukan protes dan berteriak,"apa yang terjadi pada masyarakat
kita!" melalui surat kabar, TV, kantor-kantor pada hakikatnya adalah
jauhnya mereka dari agama. Ketika menyaksikan berita-berita sebagaimana di
atas, orang yang beriman tidak memalingkan muka, sebaliknya mereka berpikir
bahwa satu-satunya jalan keluar adalah untuk menyampaikan ajaran agama dan
menghidupkan nilai-nilai akhlaq dalam masyarakat. Sebab dalam masyarakat yang
terdiri atas orang-orang yang takut kepada Allah dan tahu bahwa mereka akan
mempertanggung jawabkan perbuatannya di akhirat, tidaklah mungkin semua
peristiwa ini terjadi. Dalam masyarakat yang demikian, kedamaian dan keamanan
akan dinikmati pada puncaknya.
Bagaimana
acara diskusi TV sampai pagi hari
mendorong
seseorang berpikir?
Bagi seseorang
yang terus-menerus berpikir mendalam tentang segala yang ia lihat di
sekitarnya, acara-acara diskusi yang disiarkan melalui TV pun dapat dijadikan
bahan renungan.
Acara-acara
tersebut menampilkan tokoh-tokoh serta para ahli di bidang yang sedang menjadi
topik hangat di hari itu. Mereka mendiskusikan sebuah topik selama berjam-jam,
namun tak seorang pun di antara mereka mampu memberikan jalan keluar atau
mencapai sebuah kesimpulan. Padahal mereka yang menghadiri acara diskusi
tersebut adalah orang-orang yang dipercayai memiliki kemampuan dalam memecahkan
masalah yang ada.
Sungguh, jalan
keluar dari sebagian besar permasalahan yang sedang didiskusikan tersebut
sangatlah jelas. Namun kepentingan pribadi masing-masing orang, pengaruh dari
golongan mereka, ambisi untuk menonjolkan diri pribadi dari pada mencari sebuah
solusi secara ikhlas, membawa mereka pada jalan buntu.
Ketika
menyaksikan ini semua, orang yang memiliki nalar akan berpikir bahwa sebenarnya
penyebab dari persoalan yang ada terletak pada jauhnya masyarakat dari agama
Allah. Orang yang beriman kepada Allah tidak pernah menunjukkan perilaku yang
tidak bertanggung jawab, sia-sia ataupun acuh tak acuh. Ia sadar bahwa ada
kebaikan di setiap peristiwa yang Allah perlihatkan kepadanya. Ia paham bahwa
ia selalu berada dalam keadaan diuji di dunia ini yang mengharuskannya untuk
menggunakan akal, kekuatan dan pengetahuannya dalam segala hal yang dapat
membuat Allah ridha.
Di samping itu,
seorang mukmin senantiasa ingat akan sebuah ayat Allah ketika melihat acara
tersebut:
"… Dan
manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah." (QS. Al-Kahfi, 18: 54)
Dalam acara diskusi tersebut terlihat adanya perdebatan,
atau bahkan, percekcokan antar para tokoh dan ahli yang tampil di TV. Juga
ketidakmengertian mereka akan permasalahan yang dikemukakan kepada mereka,
terobsesi dengan apa yang akan mereka katakan dan mencoba untuk paling dahulu
mengatakannya, saling memotong pembicaraan, meninggikan suara dengan mudahnya,
begitu cepat kehilangan kesabaran, saling melontarkan ejekan; adalah bukti yang
penting untuk diperhatikan dalam mamahami aspek-aspek negatif dari orang-orang
ini.
Di sebuah lingkungan dengan seratus persen orang-orang
yang ikhlas dan jujur yang mempunyai rasa takut kepada Allah, tontonan yang
memakan waktu lama dan tak ada hasilnya semacam ini tidak pernah terjadi.
Karena tujuan mereka adalah mencari jalan keluar yang paling diridhai Allah,
dan yang paling membawa manfaat bagi masyarakat, maka metode yang paling tepat
sesuai dengan akal dan nalar akan mudah ditemukan dan dilaksanakan tanpa
membuang-buang waktu. Karena setiap orang akan merasa puas dengan keputusan
akhir maka percekcokan pun tidak akan terjadi.
Jika ada yang merasa keberatan berdasarkan dalih yang
dapat diterima serta mengusulkan jalan keluar yang lebih baik, maka usulan ini
yang akan langsung dipakai. Mereka yang takut kepada Allah tidak seperti
kebanyakan orang, dan tidak menunjukkan sikap keras kepala dan arogan. Dengan
mengingat apa yang Allah firmankan dalam Al-Qur'an; "… Dan di atas
tiap-tiap orang yang berpengetahuan itu ada lagi Yang Maha Mengetahui"
(QS. Yuusuf,
12: 76),
mereka mengambil pilihan yang paling tepat.
Kebalikannya,
yakni diskusi yang berlangsung hingga pagi hari tanpa dihasilkannya suatu
pemecahan masalah adalah contoh berharga yang dapat terjadi di sebuah
lingkungan dimana akhlaq mulia yang diajarkan agama tidak dijalankan.
Bagaimana
kelaparan dan kemelaratan di setiap
penjuru
dunia mendorong seseorang untuk berpikir?
Salah satu
permasalahan yang sering dibahas di media massa adalah ketidakadilan dalam
masyarakat.
Ketika di
belahan dunia yang satu terdapat negara-negara yang sangat makmur dengan
tingkat kesejahteraan yang sangat tinggi, namun di belahan bumi yang lain
terdapat orang-orang yang tidak memiliki sesuatupun yang dapat dimakan atau
obat untuk penyakit yang paling ringan sekalipun sehingga mereka pada akhirnya
meninggal tak terurus. Pertama-tama, fenomena tersebut menunjukkan keberadaan
sebuah sistim yang dzalim dan tidak adil di dunia. Sebenarnya sangatlah mudah
bagi satu atau segilintir negara untuk menyelamatkan orang-orang yang
terdzalimi ini. Misalnya, rakyat di negara-negara tetangga di Afrika sedang
mati kelaparan, namun ada kelompok masyarakat yang telah menumpuk harta dari
pertambangan intan dan dengannya membangun sebuah peradaban yang maju.
Kendatipun sangat mudah untuk memindahkan orang-orang yang hidup melarat dan
kelaparan dan hampir meninggal ini, atau memberi sarana yang mereka butuhkan di
daerah tempat tinggal mereka, namun selama puluhan tahun tidak ada jalan keluar
yang berarti yang telah diberikan kepada mereka. Menolong orang tersebut
bukanlah sebuah tugas yang dapat diselesaikan oleh segelintir orang. Untuk
mendapatkan penyelesaian yang berarti, perlu banyak orang yang mau mengorbankan
diri mereka. Sayangnya, hingga kini jumlah orang yang menklaim telah mengatasi
bencana kemanusiaan tersebut masih terlalu sedikit.
Di lain pihak,
trilyunan dolar telah dihambur-hamburkan di setiap penjuru dunia untuk beragam
tujuan. Di satu sisi ada orang-orang yang membuang makanannya hanya karena
tidak puas dengan jumlah garam dalam makanan tersebut, di lain pihak ada
manusia yang mati karena tidak menemukan makanan untuk dimakan. Ini adalah
bukti nyata adanya tatanan yang dzalim dan tidak adil akibat tidak diamalkannya
akhlaq agama.
Orang yang
memahami persoalan ini berpikir bahwa satu-satunya yang akan menghilangkan
ketidakadilan adalah akhlaq yang diajarkan Allah. Mereka yang takut kepada
Allah dan bertingkah laku sesuai dengan hati nurani dan akalnya tidak akan
pernah membiarkan kepincangan dan ketidakadilan yang ada. Mereka akan keluar
untuk menolong orang-orang yang membutuhkan dengan solusi yang cepat, tepat dan
permanen tanpa menonjolkan diri ataupun mengharapkan segala sesuatu yang
bersifat duniawi.
Disebutkan dalam
Al-Qur'an bahwa menolong kaum fakir dan miskin adalah ciri orang-orang yang
takut kepada Allah dan hari pembalasan:
"Dan
orang-orang yang dalam hartanya tersedia dalam bagian tertentu, bagi orang
(miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau
meminta), dan orang yang mempercayai hari pembalasan, dan orang-orang yang
takut terhadap adzab Tuhannya." (QS. Al-Ma’arij, 70: 24-27)
"Dan mereka
memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang
yang ditawan. Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk
mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan
tidak pula (ucapan) terima kasih. Sesungguhnya kami takut akan (adzab) Tuhan
kami pada suatu hari yang (di hari itu) orang-orang bermuka masam penuh
kesulitan." (QS. Al-Insaan, 76:
8-10)
Tidak memberi makan kepada orang miskin adalah ciri orang
yang tidak beragama dan tidak memiliki rasa takut kepada Allah:
"Peganglah dia lalu belenggulah tangannya ke
lehernya. Kemudian masukkanlah dia ke dalam api neraka yang menyala-nyala.
Kemudian belitlah dia dengan rantai yang panjangnya tujuh puluh hasta.
Sesungguhnya dia dahulu tidak beriman kepada Allah Yang Maha Besar. Dan juga dia
tidak mendorong (orang lain) untuk memberi makan orang miskin. Maka tiada
seorang temanpun baginya pada hari ini di sini. Dan tiada (pula) makanan
sedikitpun (baginya) kecuali dari darah dan nanah. Tidak ada yang memakannya
kecuali orang-orang yang berdosa." (QS. Al-Haaqqah, 69: 30-37)
Bagaimana
bencana alam yang terjadi di seluruh
dunia
mendorong seseorang berpikir?
Diantara
pemberitaan yang sering kita disaksikan di berbagai stasiun TV dan surat kabar
adalah laporan tentang bencana alam. Manusia dapat tertimpa bencana alam
seperti gempa bumi hebat, kebakaran ataupun banjir. Seseorang yang menyaksikan
berbagai liputan tentang bencana alam berpikir bahwa Allah mempunyai kuasa atas
segala sesuatu, bahwa Dia dapat saja menghancur luluhkan sebuah kota hingga
rata dengan tanah jika Dia menghendaki. Setelah memikirkan ini semua, ia paham
bahwa tidak ada sesuatupun selain Allah yang dapat dijadikan tempat berlindung
dan memohon pertolongan. Bahkan bangunan-bangunan yang paling kokoh; kota-kota
yang dilengkapi dengan teknologi yang paling canggih pun tidak akan mampu
bertahan terhadap adzab Allah; mereka dapat musnah seketika.
Semua
pemandangan ini ditunjukkan kepada manusia agar berpikir dan mengambil pelajaran.
Orang yang
mendengar atau membaca laporan bencana alam tersebut juga berpikir bahwa Allah
telah menurunkan bencana atas kota ini untuk suatu tujuan. Dalam Al-Qur'an,
Allah berfirman bahwa kepada bangsa-bangsa yang menentang, Allah mengirimkan
adzab agar mereka sadar atau mendapatkan balasan dari perbuatan mereka. Dengan
demikian jika suatu masyarakat melakukan bentuk perbuatan yang tidak diridhai
Allah, mereka pun akan dikenai hukuman Allah dengan sebab tersebut. Atau Allah mungkin sedang menguji mereka dengan kesusahan
di dunia.
Dengan memikirkan segala kemungkinan tersebut, seseorang
akan takut kalau-kalau hal serupa akan juga menimpanya, dan memohon ampunan
Allah atas segala perbuatannya.
Tak seorang atau suatu bangsa pun dapat menghindar dari
bencana apapun kecuali jika Allah berkehendak lain. Tak peduli apakah bangsa
tersebut termasuk yang paling kaya dan terkuat di dunia atau mendiami sebuah
tempat yang letak gegrafisnya tidak menunjukkan adanya kemungkinan terkena
bencana tersebut. Allah berfirman bahwa tak ada satupun bangsa yang mampu
mencegah bencana yang akan menimpa mereka.
"Maka apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman
dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di malam hari di waktu mereka sedang
tidur? Atau apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan
siksaan Kami kepada mereka di waktu matahari sepenggalahan naik ketika mereka
sedang bermain? Maka apakah mereka merasa aman dari adzab Allah (yang tidak
terduga-duga)? Tiada yang merasa aman dan adzab Allah kecuali orang-orang yang
merugi. Dan apakah belum jelas bagi orang-orang yang mempusakai suatu negeri
sesudah (lenyap) penduduknya, bahwa kalau Kami menghendaki tentu Kami adzab
mereka karena dosa-dosanya; dan Kami kunci mati hati mereka sehingga mereka
tidak dapat mendengar (pelajaran lagi)?" (QS. Al-A’raaf,
7: 97-100)
Bagaimana berita
tentang sistem riba mendorong
seseorang
berpikir?
Topik lain yang
sering muncul dalam berita adalah masalah ekonomi yang makin terpuruk. Sejumlah
berita negatif khususnya tentang nilai suku bunga atau riba disiarkan setiap
hari. Orang yang membaca laporan-laporan yang menyebut tentang suku bunga yang
tidak terkendali dan menyebabkan krisis ekonomi berpikir bahwa akibat dari
perbuatan terlarang yang begitu luasnya tersebar, Allah mengurangi pendapatan
mereka. Sebagaimana yang tercantum dalam ayat, "… Allah memusnahkan
riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap
dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.". (QS. Al-Baqarah, 2: 276),
Allah mampu menghilangkan keuntungan yang dihasilkan melalui bunga atau riba,
dan menurunkan produktifitasnya. Fakta ini tercantum
dalam ayat lain:
"Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar
dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah.
Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai
keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat
gandakan (pahalanya)" (QS. Ar-Ruum, 30: 39)
Bagi orang yang merenung, berita tentang riba termasuk
bukti nyata yang menunjukkan bahwa ayat Allah berlaku pada manusia
Berpikir tentang tempat-tempat yang indah
Melalui acara-acara TV, surat kabar dan majalah-majalah
manusia dapat menyaksikan sekaligus memikirkan keindahan-keindahan yang Allah
ciptakan. Melihat ataupun mengunjungi pemandangan yang mempesona, rumah yang
bagus, taman atau pantai yang indah sudah pasti menyenangkan setiap orang.
Beragam pemandangan tersebut pertama-tama dapat mengingatkan seseorang akan
surga. Orang yang beriman sekali lagi ingat bahwa Allah, yang telah memberikan
sedemikian banyak nikmat dan menunjukkan keindahan yang luar biasa, telah
menyediakan tempat-tempat yang keindahannya tak tertandingi di surga.
Pemandangan tersebut dapat pula mendorong seseorang untuk
berpikir: setiap keindahan yang diciptakan di dunia memiliki sejumlah
ketidaksempurnaan karena memang dunia adalah tempat ujian. Seseorang yang
berada beberapa saat di tempat-tempat rekreasi yang gambarannya pernah ia
saksikan sebelumnya di TV dapat melihat kekurangan-kekurangan tersebut.
Beberapa contoh diantaranya adalah cuaca yang terlalu lembab, air laut yang
kadar garamnya sangat tinggi, panas terik yang menyengat, lalat yang berterbangan
di mana-mana. Di dunia terdapat banyak kesulitan-kesulitan dan keadaan-keadaan
yang tidak menyenangkan seperti sakit akibat tersengat sinar matahari, agen
perjalanan yang kurang terorganisasi, temperamen kurang bersahabat dari
orang-orang yang bersama-sama dengan kita merasakan kondisi ini.
Sebaliknya, di dalam surga terdapat keindahan-keindahan
yang sempurna dan asli, tak terdapat sesuatupun yang mengganggu manusia dan tak
satupun percakapan yang tidak menyenangkan akan terucap. Ketika melihat setiap
keindahan yang ada di dunia, ia memikirkan dan mendambakan surga. Ia selalu
bersyukur atas segala kenikmatan yang telah dikaruniakan Allah kepadanya di
dunia, dan ia menikmatinya sambil berpikir bahwa semua ini adalah anugerah yang
Allah turunkan dari rahmat-Nya. Dengan mengetahui bahwa sumber dari segala
keindahan ini berasal dari surga, ia tidak akan melupakan akhirat akibat
terlenakan oleh keindahan-keindahan dunia. Ia menjalani kehidupan dengan cara
yang membuatnya mampu memperoleh keindahan abadi dan layak untuk masuk ke dalam
surga Allah.
Bagaimana informasi dari majalah ilmiah yang menyatakan
bahwa unsur penyusun materi adalah atom membuat
seseorang berpikir?
Tanpa memikirkan terhadap apa-apa yang ia ketahui,
seseorang tidak akan mampu mengetahui hal-hal yang demikian rumit namun
penting; dan menyadari betapa luar biasanya lingkungan di mana ia berada. Oleh
karena itu, orang yang beriman senantiasa memikirkan berbagai makhluk hidup dan
kejadian-kejadian yang Allah ciptakan. Kendatipun semua itu dapat berupa segala
sesuatu yang sudah umum dan diketahui oleh banyak orang, namun ia mampu untuk
mengambil kesimpulan-kesimpulan yang berbeda dibandingkan dengan orang lain.
Sebagai contoh, adalah fakta yang telah dikenal luas
bahwa unsur dasar penyusun setiap benda di jagad raya, hidup ataupun tak hidup,
adalah atom-atom. Dengan kata lain sebagian besar manusia tahu bahwa buku yang
mereka baca, kursi yang mereka duduki, air yang mereka minum dan apapun yang
mereka lihat di sekitar mereka tersusun atas atom-atom. Namun hanya orang-orang
yang memiliki nalar dan kesadaran saja yang mampu berpikir lebih jauh tentang
hal ini dan menyaksikan kehebatan Allah.
Ketika orang-orang tersebut melihat sebuah laporan yang
membahas tentang topik di atas, ia akan berpikir sebagaimana berikut: atom-atom
adalah benda tak hidup. Lalu bagaimana substansi tak hidup seperti atom-atom
dapat bergabung dan membentuk wujud manusia yang memiliki kemampuan untuk
melihat, mendengar, menafsirkan segala sesuatu yang mereka terima, menikmati
musik yang mereka dengar, berpikir, membuat keputusan-keputusan, menjadi
bahagia atau tidak bahagia? Bagaimana manusia mendapatkan segala kemampuan
seperti ini?; yakni sifat-sifat kemanusiaan yang sama sekali berbeda dengan
wujud fisik yang dihasilkan dari penggabungan atom-atom yang berbeda tersebut.
Sudah tentu atom-atom yang tak hidup dan tidak memiliki
kesadaran tersebut tidak dapat memberikan kepada manusia sifat-sifat
kemanusiaan. Adalah fakta bahwa Allah menciptakan manusia dengan ruh yang
memiliki sifat-sifat tersebut. Hal ini mengingatkan kita pada sebuah ayat
Allah:
"Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan
sebaik-baiknya dan Yang memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian Dia
menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina. Kemudian Dia
menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan
bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali
bersyukur." (QS.
As-Sajadah, 32: 7-9)
Beberapa
fakta yang didapatkan oleh seseorang
setelah berpikir secara mendalam
Pernahkan anda berpikir bahwa setiap sesuatu diciptakan
untuk manusia saja?
Ketika seseorang yang beriman kepada Allah mengamati
segala sesuatu beserta sistim yang ada, hidup ataupun tak hidup, yang ada di
jagad raya dengan menggunakan mata yang penuh perhatian, ia melihat bahwa
segalanya telah diciptakan untuk manusia. Ia mengetahui bahwa tak satupun yang
muncul dan menjadi ada di dunia secara kebetulan, namun diciptakan oleh Allah
dalam keadaan yang sangat sesuai untuk kehidupan manusia.
Misalnya, dari dulu hingga sekarang manusia dapat
bernapas tanpa susah payah di setiap saat. Udara yang ia hirup tidak membakar
saluran hidungnya, tidak membuatnya mabuk ataupun sakit kepala. Komposisi
unsur-unsur ataupun senyawa-senyawa gas dalam udara telah ditetapkan dalam
jumlah yang paling sesuai untuk tubuh manusia. Seseorang yang memikirkan hal
ini teringat akan hal lain yang sangat penting: seandainya kadar oksigen dalam
atmosfir sedikit lebih atau kurang dari yang ada sekarang, dalam dua keadaan
tersebut kehidupan akan hancur. Ia lalu ingat betapa susahnya bernapas ketika
berada dalam tempat yang tidak mengandung udara. Ketika seorang yang beriman
terus-menerus memikirkan masalah ini, ia akan selalu bersyukur kepada Tuhannya.
Ia melihat bahwa atmosfir bumi dapat saja dibuat sedemikian rupa sehingga
membuatnya susah untuk bernapas sebagaimana banyak planet-planet yang lain.
Namun tidak lah demikian kenyataannya, atmosfir bumi diciptakan dalam
keseimbangan dan keteraturan yang demikian sangat sempurna sehingga membuat
jutaan manusia bernapas tanpa susah payah.
Seseorang yang tiada henti memikirkan tentang planet
dimana ia hidup, meyadari betapa pentingnya air yang diciptakan Allah untuk
kehidupan manusia. Kemudian ia pun berpikir: manusia pada umumnya paham tentang
pentingnya air hanya ketika mereka kekurangan air dalam waktu yang lama. Air adalah
substansi yang kita butuhkan setiap saat dalam hidup kita. Misalnya, sebagian
besar dari sel-sel tubuh, dan darah yang menjangkau setiap bagian kecil dari
tubuh kita tersusun atas air. Jika tidak demikian, maka fluiditas darah akan
berkurang dan darah akan sangat sulit mengalir di dalam pembuluh vena.
Fluiditas air tidak hanya penting bagi tubuh kita akan tetapi juga untuk
tumbuh-tumbuhan. Air mampu menjangkau bagian yang paling ujung dari daun dengan
melalui pembuluh-pembuluhnya yang halus seperti benang.
Massa air yang
sangat besar di lautan menjadikan bumi kita tempat yang dapat didiami. Jika
proporsi lautan di bumi menjadi lebih kecil dari daratan, di mana-mana akan
berubah menjadi gurun yang tidak memungkinkan adanya kehidupan.
Seseorang yang
sadar dan berpikir tentang hal ini akan benar-benar yakin bahwa adanya keseimbangan
yang begitu sempurna di bumi sudah pasti bukanlah sebuah kebetulan. Setelah
menyaksikan dan memikirkan fenomena tersebut, akan tampak bahwa segala sesuatu
diciptakan dengan sebuah tujuan oleh Pencipta yang Maha Tinggi dan Pemilik
Kekuatan yang Abadi.
Di samping itu,
ia juga sadar bahwa contoh-contoh yang telah ia pikirkan sebagaimana di atas
sangatlah terbatas. Sungguh, tidaklah mungkin untuk menyebutkan jumlah seluruh
contoh-contoh yang berkenaan dengan keseimbangan yang sempurna di bumi. Bagi orang
yang berpikir, ia akan dapat dengan mudah menyaksikan keteraturan, kesempurnaan
dan keseimbangan yang terlihat jelas di setiap sudut jagad raya, dan dengannya
mencapai suatu kesimpulan bahwa segala sesuatu diciptakan Allah untuk manusia. Allah berfirman dalam Al-Qur'an:
"Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di
langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan
Allah) bagi kaum yang berpikir." (QS. Al-Jaatsiyah, 45: 13)
Bagaimana
kekekalan mendorong seseorang berpikir?
Setiap orang
telah mengetahui konsep kekekalan atau keabadian, namun sudahkan anda berpikir
tentang kekekalan? Ini adalah salah satu yang menjadi bahan renungan orang yang
beriman kepada Allah.
Keberadaan
kehidupan surga dan neraka yang kekal ciptaan Allah sangatlah penting dan perlu
untuk direnungkan oleh setiap orang. Seseorang yang memikirkannya akan mendapat
gambaran dalam benaknya: surga yang abadi adalah nikmat dan pahala yang sangat
besar yang diberikan kepada manusia setelah mati. Kehidupan yang penuh
kemuliaan di surga tidak akan pernah berakhir. Manusia hidup di dunia paling
lama seratus tahun. Namun kehidupan di surga akan berlangsung selama trilyunan
tahun dikalikan angka trilyunan tanpa ada akhirnya.
Orang yang ingat
akan hal tersebut sadar bahwa sangatlah sulit bagi manusia untuk memahami
konsep keabadian. Contoh berikut mungkin membantu dalam menjelaskan masalah
ini: "seandainya di dunia terdapat seratus trilyun manusia, dan semuanya
memiliki umur seratus trilyun tahun, dan mereka menghabiskan seluruh waktu
hidupnya dengan berhitung di siang dan malam hari, maka jumlah total angka yang
mereka capai tetap nol dibandingkan dengan jumlah tahun yang akan mereka
habiskan di kehidupan yang kekal di akhirat."
Setelah
memikirkan masalah di atas, seseorang akan sampai pada kesimpulan sebagai
berikut: Allah memiliki ilmu yang sedemikian luas dan tinggi yang tidak
dibatasi oleh ruang dan waktu. Peristiwa yang berlangsung terus menerus
sepanjang waktu tanpa ada akhirnya atau dengan kata lain berlansung secara
kekal dalam pandangan manusia, telah selesai atau berakhir dalam pandangan
Allah. Setiap peristiwa dan setiap pikiran manusia, terlepas dari bentuk maupun
waktu terjadinya peristiwa dan pikiran ini, yang terjadi sejak pertama kali
waktu diciptakan hingga saat keabadian berlangsung telah ditentukan dan
diputuskan menurut ilmu-Nya.
Demikian pula,
seseorang seharusnya berpikir bahwa neraka adalah tempat tinggal selamanya bagi
orang-orang yang tidak beriman. Terdapat beragam bentuk penyiksaan, hukuman dan
kehidupan yang menyengsarakan di neraka Di tempat ini mereka menderita siksaan
jasad dan ruh yang terus-menerus tanpa istirahat. Siksaan yang tiada pernah
berhenti hingga akhir masa, dan tidak pula pernah dihentikan untuk tidur
ataupun istirahat. Seandainya ada akhir dari kehidupan di neraka, ini akan
menjadi harapan bagi para penghuni neraka kendatipun bertrilyun-trilyun tahun
kemudian. Namun, yang mereka terima sebagai balasan dari dosa-dosa yang mereka
perbuat di kehidupan dunia adalah adzab yang kekal.
"Dan orang-orang yang mendustakan
ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, mereka itu penghuni-penghuni
neraka; mereka kekal di dalamnya." (QS. Al-A'raaf, 7: 36)
Sangatlah
penting bagi setiap individu untuk mencoba memahami keabadian dengan
merenungkannya dalam rangka meningkatkan semangat dalam meraih akhirat, dan
menguatkan ketakutan dan pengharapannya. Sangat takut kepada siksaan yang
kekal, namun pada saat yang sama senantiasa berharap untuk mendapatkan surga
yang abadi.
Bagaimana
seseorang berpikir tentang mimpi?
Terdapat
sejumlah pelajaran penting dalam fenomena mimpi bagi orang yang berpikir. Ia
berpikir: betapa "sangat nyatanya" mimpi-mimpi yang dilihatnya ketika
sedang tidur, tidak begitu berbeda dengan ketika ia sedang terjaga. Misalnya,
kendatipun jasad sedang terbujur di tempat tidur, dalam mimpinya ia melakukan
perjalanan bisnis, bertemu dengan orang-orang baru, makan siang sambil
mendengarkan musik. Ia menikmati rasa makanannya, menari-nari mengikuti irama
musik, merasa sangat gembira karena peristiwa-peristiwa yang terjadi, menjadi
bahagia dan tidak bahagia, takut, merasa lelah, bahkan mampu mengemudikan
kendaran yang belum pernah dinaikinya atau bahkan belum tahu bagaimana
mengendarainya hingga hari itu.
Kendatipun tubuh
tertidur dengan tenang di pembaringan dengan kedua mata terpejam, ia melihat
beragam pemandangan dari tempat di mana ia berada. Ini berarti bahwa apa yang
melihat bukanlah matanya. Meskipun ruangan tempat ia tidur kosong, ia mendengar
suara-suara. Ini berarti bahwa yang mendengar bukanlah telinganya. Segala sesuatu terjadi di dalam otaknya. Setiap kejadian
tersebut sama sekali nyata seakan-akan setiap apa yang dilihat benar-benar
nyata dan asli kendatipun tak satupun dari yang dilihatnya tersebut memiliki
keaslian atau wujud di luar mimpinya. Lalu apakah yang menyebabkan
pemandangan-pemandangan tersebut tampak sedemikian nyata di benak seseorang?
Manusia tidak mampu membuatnya secara sadar dan sengaja ketika sedang tidur.
Otak pun tidak akan mampu membuat sendiri gambar-gambar serupa. Otak adalah
sebuah gumpalan yang terdiri atas molekul-molekul protein. Sangatlah tidak
rasional untuk mengatakan bahwa substansi ini dengan sendirinya mampu membuat
gambaran, bahkan menampilkan wajah-wajah manusia, tempat-tempat, suara yang
belum pernah terdengar kecuali pada hari itu. Lalu siapakah yang memperlihatkan
gambar-gambar atau pemandangan-pemandangan ini dalam mimpi ketika sedang tidur?
Sekali lagi, seseorang yang merenungkan pertanyaan-pertanyaan ini akan melihat
kebenaran yang hakiki: Allah lah yang membuat manusia tidur, mengambil ruh
mereka ketika mereka sedang tidur, mengembalikannya kepada mereka ketika bangun
dan memperlihatkan mimpi-mimpi mereka dalam tidur.
Orang yang mengetahui bahwa Allah memperlihatkan mimpi
juga akan merenungkan makna tersembunyi dan tujuan penciptaan mimpi tersebut.
Ketika seseorang mendapatkan mimpi, ia yakin akan keberadaan orang-orang dan
peristiwa-peristiwa yang ia alami sebagaimana ketika ia sedang terjaga. Ia
berpikir bahwa semua ini benar-benar nyata, bahwa kehidupan dalam mimpinya
tidak akan berakhir dan akan berlangsung terus-menerus. Jika ada seseorang yang
datang menghampirinya dan berkata,"Anda saat ini sedang bermimpi,
bangunlah", maka ia tidak akan mempercayainya. Orang yang mengetahui
tentang kenyataan tersebut akan berpikir: "Tak seorang pun dapat
menyangkal bahwa hidup di dunia pun sementara, sebagaimana mimpi belaka.
Sebagaimana ketika terjaga dari sebuah mimpi, suatu hari saya juga akan
terbangun dan terjaga dari kehidupan dunia dan melihat gambaran yang sama sekali
berbeda, misalnya gambaran tentang akhirat….
Memikirkan
Ayat-Ayat Al-Qur’an
Al-Qur'an adalah kitab terakhir yang Allah turunkan bagi
semua manusia. Setiap orang yang hidup di bumi wajib mempelajari Al-Qur'an dan
melaksanakan perintah-perintahnya. Akan tetapi, kebanyakan manusia tidak
mempelajari ataupun melaksanakan apa yang Allah perintahkan dalam Al-Qur'an
kendatipun mereka menerimanya sebagai sebuah kitab yang diwahyukan. Ini adalah
akibat dari belum memikirkan tentang Al-Qur'an tetapi sekedar mengetahui dari
informasi yang didapat dari sana sini. Sebaliknya, bagi orang yang berpikir,
Al-Qur'an memiliki kedudukan dan peranan yang sangat besar dalam kehidupannya.
Pertama-tama, orang yang "berpikir" ingin
mengetahui tentang Pencipta yang telah menciptakan dirinya dan jagad raya di
mana ia tinggal dari ketiadaan, yang telah memberinya kehidupan ketika dirinya
belum berwujud, dan yang telah menganugerahkan kepadanya nikmat dan keindahan
yang tak terhitung jumlahnya; dan ia pun mempelajari tentang bentuk-bentuk
perbuatan yang diridhai Allah. Al-Qur'an, yang Allah wahyukan kepada Rasul-Nya,
adalah petunjuk yang memberikan jawaban atas pertanyaan manusia di atas. Dengan
alasan ini, manusia perlu mengetahui kitab Allah yang diturunkan untuknya
sebagai petunjuk yang dengannya ia membedakan yang baik dari yang buruk,
merenungkan setiap ayatnya dan melaksanakan apa yang Allah perintahkan dengan
cara yang paling tepat dan diridhai.
Allah berfirman tentang tujuan diturunkannya Al-Qur'an
untuk manusia:
"Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu
penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya
mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran." (QS. Shaad, 38: 29)
"Sekali-kali tidak demikian halnya. Sesungguhnya
Al-Qur’an itu adalah peringatan. Maka barangsiapa menghendaki, niscaya dia
mengambil pelajaran daripadanya (Al-Qur’an). Dan mereka tidak akan mengambil
pelajaran daripadanya kecuali (jika) Allah menghendakinya. Dia (Allah)
adalah Tuhan Yang patut (kita) bertakwa kepada-Nya dan berhak memberi
ampun." (QS. Al-Muddatstsir, 74: 54-56)
Banyak orang membaca Al-Qur'an, namun yang penting adalah
sebagaimana yang Allah nyatakan dalam ayat-Nya yakni merenungkan tiap ayat
Al-Qur'an, mengambil pelajaran dari ayat tersebut dan memperbaiki perilaku
seseorang sesuai dengan pelajaran yang terkandung di dalamnya. Orang yang
membaca ayat: "Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,
sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan." (QS. Alam Nasyrah, 94:
5-6), misalnya, akan merenungkan ayat ini: ia paham bahwa Allah menciptakan
kemudahan disamping setiap kesulitan, karena itu yang ia harus lakukan ketika
menemui sebuah kesulitan adalah percaya penuh kepada Allah dan menantikan
kemudahan yang akan datang kemudian. Dengan janji Allah ini, ia melihat bahwa
putus harapan atau menjadi panik di saat munculnya kesulitan adalah sebuah
tanda dari lemahnya iman. Setelah membaca dan merenungkan ayat di atas,
perilakunya selalu sejalan dengan ayat tersebut sepanjang hidupnya.
Dalam Al-Qur'an, Allah mengisahkan beberapa pelajaran
dari kehidupan para nabi dan rasul yang hidup di masa lampau agar manusia dapat
melihat bagaimana perilaku, pembicaraan dan kehidupan manusia yang diridhai
Allah, dan menjadikan mereka sebagai panutan. Allah berfirman dalam beberapa
ayat-Nya bahwa manusia hendaknya memikirkan dan mengambil pelajaran dari
kisah-kisah para rasul tersebut:
"Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat
pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal." (QS. Yuusuf, 12: 111)
"Dan juga pada Musa (terdapat tanda-tanda kekuasaan
Allah) ketika Kami mengutusnya kepada Fir'aun dengan membawa mu'jizat yang
nyata." (QS. Adz-Dzaariyaat, 51: 38)
"Maka Kami selamatkan Nuh dan penumpang-penumpang
bahtera itu dan Kami jadikan peristiwa itu pelajaran bagi semua umat
manusia." (QS. Al-Ankabuut, 29: 15)
Dalam Al-Qur'an, disebutkan beberapa ciri bangsa-bangsa
kuno, akhlaq serta bencana-bencana yang menimpa mereka. Adalah sebuah kesalahan
yang besar untuk memahami ayat-ayat ini hanya sebagai peristiwa sejarah dengan
berbagai peristiwa yang menimpa mereka. Sebab, sebagaimana di semua ayat yang
lain, Allah mengisahkan kehidupan bangsa-bangsa di masa lampau untuk kita
renungkan dan ambil pelajaran dari berbagai bencana yang menimpa bangsa-bangsa
ini sebagai pedoman dalam memperbaiki perilaku kita:
"Dan sesungguhnya telah Kami binasakan orang yang
serupa dengan kamu. Maka adakah orang yang mau mengambil pelajaran?" (QS. Al-Qamar, 54: 51)
"Dan Kami angkut Nuh ke atas (bahtera) yang terbuat
dari papan dan paku, yang berlayar dengan pemeliharaan Kami sebagai balasan
bagi orang-orang yang diingkari (Nuh). Dan sesungguhnya telah Kami jadikan
kapal itu sebagai pelajaran, maka adakah orang yang mau mengambil pelajaran?
Maka alangkah dahsyatnya adzab-Ku dan ancaman-ancaman-Ku. Dan sesungguhnya
telah Kami mudahkan Al-Qur’an untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil
pelajaran?" (QS. Al-Qamar, 54: 13-17)
Allah telah menurunkan Al-Qur'an untuk semua manusia
sebagai petunjuk. Oleh karena itu, memikirkan setiap ayat Al-Qur'an dan
menjalani hidup sesuai Al-Qur'an dengan mengambil pelajaran dan peringatan dari
setiap ayatnya adalah satu-satunya cara untuk mendapatkan keridhaan, kasih
sayang dan surga Allah.
Tentang apakah di dalam Al-Qur'an
Allah
mengajak manusia untuk berpikir?
"Dan Kami turunkan kepadamu Adz-Dzikr
(Al-Qur’an), agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah
diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan." (QS. An-Nahl, 16: 44)
Sebagaimana dalam ayat di atas, di banyak ayat-Nya yang
lain, Allah mengajak manusia untuk merenung. Memikirkan tentang apa-apa yang
Allah perintahkan kita untuk berpikir, dan melihat makna tersembunyi dan
keajaiban ciptaa-Nya adalah salah satu bentuk ibadah. Setiap hal yang kita
renungkan akan membantu kita untuk lebih mengetahui dan mengakui akan
Kekuasaan, Kebijaksanaan, Ilmu, Seni dan sifat-sifat Allah yang lain.
Allah
mengajak manusia untuk memikirkan penciptaan
dirinya
sendiri
"Dan
berkata manusia: "Betulkah apabila aku telah mati, bahwa aku
sungguh-sungguh akan dibangkitkan menjadi hidup kembali?" Dan tidakkah
manusia itu memikirkan bahwa sesungguhnya Kami telah menciptakannya dahulu,
sedang ia tidak ada sama sekali?" (QS. Maryam, 19: 66-67)
Allah
mengajak manusia untuk memikirkan tentang
penciptaan
alam semesta
"Sesungguhnya
dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera
yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah
turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah
mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan
pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh
(terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang
memikirkan." (QS. Al-Baqarah, 2: 164)
Allah
mengajak manusia untuk memikirkan sifat
kehidupan dunia
yang sementara
"Sesungguhnya perumpamaan kehidupan
duniawi itu, adalah seperti air (hujan) yang Kami turunkan dari langit, lalu
tumbuhlah dengan suburnya karena air itu tanam-tanaman bumi, diantaranya ada
yang dimakan manusia dan binatang ternak. hingga apabila bumi itu telah
sempurna keindahannya, dan memakai (pula) perhiasannya, dan pemilik-pemiliknya
mengira bahwa mereka pasti menguasainya, tiba-tiba datanglah kepadanya adzab
Kami di waktu malam atau siang, lalu Kami jadikan (tanaman-tanamannya) laksana
tanam-tanaman yang sudah disabit, seakan-akan belum pernah tumbuh kemarin.
Demikianlah Kami menjelaskan tanda-tanda kekuasaan (Kami) kepada orang-orang
yang berpikir." (QS. Yuunus, 10: 24)
"Apakah ada
salah seorang di antaramu yang ingin mempunyai kebun kurma dan anggur yang
mengalir di bawahnya sungai-sungai; dia mempunyai dalam kebun itu segala macam
buah-buahan, kemudian datanglah masa tua pada orang itu sedang dia mempunyai
keturunan yang masih kecil-kecil. Maka kebun
itu ditiup angin keras yang mengandung api, lalu terbakarlah. Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu supaya kamu memikirkannya." (QS. Al-Baqarah,
2: 266)
Allah
mengajak manusia untuk memikirkan
nikmat-nikmat yang mereka miliki
"Dan Dia-lah Tuhan yang membentangkan bumi dan
menjadikan gunung-gunung dan sungai-sungai padanya. Dan menjadikan padanya
semua buah-buahan berpasang-pasangan, Allah menutupkan malam kepada siang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi
kaum yang memikirkan. Dan di bumi ini terdapat bagian-bagian yang berdampingan,
dan kebun-kebun anggur, tanaman-tanaman dan pohon korma yang bercabang dan yang
tidak bercabang, disirami dengan air yang sama. Kami melebihkan sebahagian
tanam-tanaman itu atas sebahagian yang lain tentang rasanya. Sesungguhnya pada
yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang
berpikir." (QS. Ar-Ra‘d, 13: 3-4)
Allah mengajak manusia untuk berpikir bahwa
seluruh alam semesta telah diciptakan untuk manusia
"Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di
langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan
Allah) bagi kaum yang berpikir." (QS. Al-Jaatsiyah, 45: 13)
"Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu
tanam-tanaman; zaitun, korma, anggur dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang
memikirkan. Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu.
Dan bintang-bintang itu ditundukkan (untukmu) dengan perintah-Nya. Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum
yang memahami(nya), dan Dia (menundukkan pula) apa yang Dia ciptakan untuk kamu
di bumi ini dengan berlain-lainan macamnya. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang mengambil
pelajaran. Dan Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu
dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari
lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar
padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu
bersyukur. Dan Dia menancapkan gunung-gunung di bumi supaya bumi itu tidak
goncang bersama kamu, (dan Dia menciptakan) sungai-sungai dan jalan-jalan agar
kamu mendapat petunjuk, dan (Dia ciptakan) tanda-tanda (penunjuk jalan). Dan
dengan bintang-bintang itulah mereka mendapat petunjuk. Maka apakah (Allah)
yang menciptakan itu sama dengan yang tidak dapat menciptakan (apa-apa)? Maka
mengapa kamu tidak mengambil pelajaran." (QS. An-Nahl, 16: 11-17)
Allah mengajak manusia untuk memikirkan tentang
dirinya sendiri
"Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang
(kejadian) diri mereka?" (QS. Ar-Ruum, 30: 8)
Allah mengajak manusia untuk berpikir tentang
akhlaq yang baik
"Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali
dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. Dan sempurnakanlah
takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada sesorang
melainkan sekedar kesanggupannya. Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu
berlaku adil, kendatipun ia adalah kerabat(mu), dan penuhilah janji Allah. Yang
demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat." (QS.
Al-An‘aam, 6: 152)
"Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan
berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan
keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu
dapat mengambil pelajaran." (QS. An-Nahl, 16: 90)
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada
penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu)
ingat." (QS. An-Nuur, 24: 27)
Allah mengajak manusia ntuk berpikir tentang akhirat,
hari kiamat dan hari penghisaban.
"Pada hari ketika tiap-tiap diri mendapati segala
kebajikan dihadapkan (dimukanya), begitu (juga) kejahatan yang telah
dikerjakannya; ia ingin kalau kiranya antara ia dengan hari itu ada masa yang
jauh; dan Allah memperingatkan kamu terhadap siksa-Nya. Dan Allah sangat
Penyayang kepada hamba-hamba-Nya." (QS. Aali ‘Imraan, 3: 30)
"Dan ingatlah hamba-hamba Kami: Ibrahim, Ishaq dan
Ya'qub yang mempunyai perbuatan-perbuatan yang besar dan ilmu-ilmu yang tinggi.
Sesungguhnya Kami telah mensucikan mereka dengan (menganugerahkan kepada
mereka) akhlaq yang tinggi yaitu selalu mengingatkan (manusia) kepada negeri
akhirat." (QS. Shaad, 38: 45-46)
"Maka tidaklah yang mereka tunggu-tunggu melainkan
hari kiamat (yaitu) kedatangannya kepada mereka dengan tiba-tiba, karena
sesungguhnya telah datang tanda-tandanya. Maka apakah faedahnya bagi mereka
kesadaran mereka itu apabila Kiamat sudah datang?" (QS. Muhammad, 47: 18)
Allah mengajak manusia untuk memikirkan makhluk
hidup yang Dia ciptakan
"Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: "Buatlah
sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang
dibikin manusia", kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan
tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu ke
luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat
yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan." (QS.
An-Nahl, 16: 68-69)
Allah
mengajak manusia untuk memikirkan adzab
yang
dapat secara tiba-tiba menimpanya
"Katakanlah:
"Terangkanlah kepadaku jika datang siksaan Allah kepadamu, atau datang
kepadamu hari kiamat, apakah kamu menyeru (tuhan) selain Allah; jika kamu
orang-orang yang benar!" (QS. Al-An‘aam, 6: 40)
"Katakanlah:
"Terangkanlah kepadaku jika Allah mencabut pendengaran dan penglihatan
serta menutup hatimu, siapakah tuhan selain Allah yang kuasa mengembalikannya
kepadamu?" Perhatikanlah bagaimana Kami berkali-kali memperlihatkan
tanda-tanda kebesaran (Kami), kemudian mereka tetap berpaling (juga). (QS.
Al-An‘aam, 6: 46)
Katakanlah:
"Terangkanlah kepadaku jika datang siksaan Allah kepadamu dengan
sekonyong-konyong, atau terang-terangan, maka adakah yang dibinasakan (Allah)
selain dari orang yang dzalim?" (QS. Al-An‘aam, 6: 47)
"Dan
tidaklah mereka (orang-orang munafik) memperhatikan bahwa mereka diuji sekali
atau dua kali setiap tahun, dan mereka tidak (juga) bertaubat dan tidak (pula)
mengambil pelajaran?" (QS. Yuunus, 10: 50)
"Dan
tidaklah mereka (orang-orang munafik) memperhatikan bahwa mereka diuji sekali
atau dua kali setiap tahun, dan mereka tidak (juga) bertaubat dan tidak (pula)
mengambil pelajaran?" (QS. At-Taubah, 9: 126)
"Dan
sesungguhnya telah Kami berikan kepada Musa Al-Kitab (Taurat) sesudah Kami
binasakan generasi-generasi yang terdahulu, untuk menjadi pelita bagi manusia
dan petunjuk dan rahmat, agar mereka ingat." (QS. Al-Qashas, 28: 43)
"Dan sesungguhnya telah Kami binasakan orang yang
serupa dengan kamu. Maka adakah orang yang mau mengambil pelajaran?" (QS. Al-Qamar, 54: 51)
"Dan sesungguhnya Kami telah menghukum (Fir'aun dan)
kaumnya dengan (mendatangkan) musim kemarau yang panjang dan kekurangan
buah-buahan, supaya mereka mengambil pelajaran. (QS. Al-A‘raaf,
7: 130)
Allah
mengajak manusia untuk memikirkan tentang
Al-Qur'an
"Maka
apakah mereka tidak memperhatikan Al Qur'an? Kalau kiranya Al Qur'an itu bukan
dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di
dalamnya." (QS. An-Nisaa’, 4: 82)
"Maka apakah mereka tidak memperhatikan perkataan
(Kami), atau apakah telah datang kepada mereka apa yang tidak pernah datang
kepada nenek moyang mereka dahulu?" (QS. Al-Mu’minuun, 23: 68)
"Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu
penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya
mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran." (QS. Shaad, 38:
29)
"Sesungguhnya Kami mudahkan Al Qur'an itu dengan
bahasamu supaya mereka mendapat pelajaran." (QS. Ad-Dukhaan,
44: 58)
"Sekali-kali tidak demikian halnya. Sesungguhnya Al
Qur’an itu adalah peringatan.Maka barangsiapa menghendaki, niscaya dia
mengambil pelajaran daripadanya (Al Qur’an)." (QS. Al-Muddatstsir, 56: 54-55)
"Dan demikianlah Kami menurunkan Al Qur'an dalam
bahasa Arab, dan Kami telah menerangkan dengan berulang kali, di dalamnya
sebahagian dari ancaman, agar mereka bertakwa atau (agar) Al Qur'an itu
menimbulkan pengajaran bagi mereka.". (QS. Thaahaa, 20: 113)
Rasul-rasul Allah mengajak umatnya yang kurang
dalam hal pemahaman untuk berpikir
"Katakanlah: Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa
perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan
tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak
mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Katakanlah: "Apakah sama
orang yang buta dengan yang melihat?" Maka apakah kamu tidak
memikirkan(nya)?" (QS. Al-An‘aam, 6: 50)
"Dan dia dibantah oleh kaumnya. Dia berkata:
"Apakah kamu hendak membantah tentang Allah, padahal sesungguhnya Allah
telah memberi petunjuk kepadaku". Dan aku tidak takut kepada (malapetaka
dari) sembahan-sembahan yang kamu persekutukan dengan Allah, kecuali di kala
Tuhanku menghendaki sesuatu (dari malapetaka) itu. Pengetahuan Tuhanku meliputi segala sesuatu. Maka apakah kamu tidak dapat
mengambil pelajaran (daripadanya) ?" (QS. Al-An‘aam, 6: 80)
Allah mengajak manusia berpikir untuk melawan
pengaruh syaitan
"Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan syaitan maka
berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa
bila mereka ditimpa was-was dari syaitan, mereka ingat kepada Allah, maka
ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya. Dan teman-teman mereka
(orang-orang kafir dan fasik) membantu syaitan-syaitan dalam menyesatkan dan
mereka tidak henti-hentinya (menyesatkan)." (QS. Al-A‘raaf,
7: 200-202)
Perintah Allah untuk mengarahkan orang yang diberi
penjelasan tentang ajaran agama agar berpikir secara
mendalam
"Pergilah kamu beserta saudaramu dengan membawa
ayat-ayat-Ku, dan janganlah kamu berdua lalai dalam mengingat-Ku; Pergilah kamu
berdua kepada Fir'aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas; maka
berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut,
mudah-mudahan ia ingat atau takut". (QS. Thaahaa, 20: 42-44)
Allah mengajak manusia untuk berpikir tentang
kematian dan mimpi
"Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan
(memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah
jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang
lain sampai waktu yang ditetapkan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat
tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berpikir." (QS. Az-Zumar, 39:
42)
Kesimpulan
Tujuan penulisan buku ini adalah "mengajak untuk
berpikir". Kebenaran dapat disampaikan kepada seseorang melalui berbagai
macam cara, dengan sangat rinci beserta semua bukti serta segala sarana yang
ada. Namun jika orang tersebut tidak memikirkan sendiri kebenaran yang ada
secara ikhlas dan jujur dengan tujuan memahami kebenaran, segala usaha tersebut
tidak akan ada artinya. Oleh karena itu, ketika rasul-rasul Allah menyampaikan
risalah kepada umat mereka, mereka menyampaikannya secara jelas kemudian menyuruh
mereka untuk memikirkannya.
Seseorang yang
berpikir akan sangat paham akan rahasia-rahasia ciptaan Allah, kebenaran
tentang kehidupan di dunia, keberadaan neraka dan surga, dan kebenaran hakiki
dari segala sesuatu. Ia akan sampai kepada pemahaman yang mendalam akan
pentingnya menjadi seseorang yang dicintai Allah, melaksanakan ajaran agama
secara benar, menemukan sifat-sifat Allah di segala sesuatu yang ia lihat, dan
mulai berpikir dengan cara yang tidak sama dengan kebanyakan manusia, namun
sebagaimana yang Allah perintahkan. Walhasil ia akan mendapatkan kenikmatan
yang lebih dari keindahan-keindahan yang ia saksikan, melebihi dari yang
didapatkan oleh orang lain. Ia tidak akan menderita tekanan batin karena
terbawa oleh angan-angan kosong yang tidak ada dasarnya dan tidak terseret oleh
kerakusan dunia.
Ini hanyalah sedikit dari keutamaan-keutamaan yang
diperoleh seseorang yang berpikir di dunia. Balasan di akhirat untuk orang yang
selalu mencari kebenaran dengan berpikir adalah kecintaan, keridhaan, kasih
sayang dan surga Allah.
Sebaliknya, satu hari pasti akan datang ketika mereka
yang semasa masih di dunia tidak mau memikirkan kebenaran akan berpikir, bahkan
lebih dari itu, "berpikir secara mendalam dan merenung" dan melihat
kebenaran-kebenaran tersebut dengan sangat jelas. Namun, pada hari itu berpikir
tidak akan berguna bagi mereka, bahkan membuat mereka tertimpa kesedihan. Allah
berfirman dalam Al-Qur'an:
"Maka apabila malapetaka yang sangat besar (hari
kiamat) telah datang. Pada hari (ketika) manusia teringat akan apa yang telah
dikerjakannya, dan diperlihatkan neraka dengan jelas kepada setiap orang yang
melihat." (QS. An-Naazi‘aat, 79: 34-36)
Mengajak manusia (yang memiliki anggapan bahwa mereka
dapat lolos dari tanggung jawab mereka dengan tidak berpikir) untuk berpikir
sehingga mereka dapat merenungkan akibat yang akan menimpa mereka, dan kembali
kepada agama Allah, adalah satu bentuk ibadah bagi orang-orang mukmin. Namun,
sebagaimana Allah berfirman dalam Al-Qur'an:
"…Maka barangsiapa menghendaki, niscaya dia
mengambil pelajaran daripadanya (Al Qur’an)". (QS. Al-Muddatstsir, 56: 55)